REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya akan melanjutkan pembelian sistem rudal S-400 Rusia.
Hal itu dia sampaikan meskipun ada penentangan dari Amerika Serikat (AS). “Tidak ada yang bisa ikut campur dalam hal sistem pertahanan seperti apa yang kami peroleh, dari negara mana, pada tingkat apa. Kami adalah satu-satunya yang membuat keputusan seperti itu,” kata Erdogan saat diwawancara CBS News perihal pembelian kedua sistem rudal S-400, disiarkan pada Sabtu (25/9).
Wawancara itu dilakukan saat Erdogan menghadiri sidang Majelis Umum PBB. Turki dan Rusia sudah bernegosiasi mengenai transfer teknologi dan produksi lokal sistem rudal S-400 menjelang pembelian kedua. Turki telah memperoleh rudal pertama pada 2019. Pada Desember tahun lalu, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Turki karena membeli sistem rudal S-400.
Sanksi Washington membidik Presidensi Industri Pertahanan Turki (SSB). Wujud dari sanksi antara lain pelarangan semua lisensi ekspor Amerika Serikat dan otorisasi untuk SSB.
Amerika Serikat pun membekukan aset dan menerapkan pembatasan visa terhadap Ismail Demir selaku Presiden SSB. Terdapat tiga pejabat SSB lainnya yang turut menjadi target sanksi Washington.
Sistem rudal S-400 disebut lebih unggul dibandingkan US Patriot. Para ahli percaya bahwa S-400 dapat mendeteksi dan menembak jatuh target termasuk rudal balistik, jet musuh serta pesawat nirawak (drone) hingga jarak 600 kilometer, pada ketinggian antara 10 meter dan 27 kilometer.
S-400 dapat melesat dengan kecepatan maksimum 17 ribu kilometer per jam, sedangkan US Patriot hanya 5.000 kilometer per jam.