REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) mengecam peluncuran rudal yang dilakukan Korea Utara (Korut). Washington mendesak Pyongyang terlibat dalam dialog.
“AS mengutuk peluncuran rudal Korut. Peluncuran ini melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB dan menimbulkan ancaman bagi tetangga Korut dan komunitas internasional,” kata Departemen Luar Negeri (Deplu) AS dalam sebuah pernyataan pada Senin (27/9).
AS mengatakan ia tetap berkomitmen pada pendekatan diplomatik untuk menyelesaikan masalah pengembangan rudal Korut. “Kami meminta mereka untuk terlibat dalam dialog,” ujar Deplu AS.
Militer Korea Selatan (Korsel), pada Selasa (28/9), mengungkapkan, Korut meluncurkan proyektil tak dikenal ke arah laut di lepas pantai timurnya. Militer Korsel tak memberikan keterangan terperinci mengenai hal tersebut. Sementara, Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan, proyektil itu tampaknya adalah rudal balistik.
Peluncuran rudal tersebut terjadi setelah Korut menyerukan AS dan Korsel membatalkan “kebijakan bermusuhan” mereka. Pyongyang menuding mereka melakukan standar ganda. Dalam konteks ini, Washington dan Seoul dinilai mengkritik pengembangan senjata Korut sambil melanjutkan kegiatan militer mereka sendiri.
Dalam pidatonya di sidang Majelis Umum PBB ke-76 pada Selasa (21/9) pekan lalu, Presiden Korsel Moon Jae-in menyampaikan harapan dan keinginannya bahwa perang di Semenanjung Korea bisa diakhiri. “Saya sekali lagi mendesak masyarakat negara-negara untuk memobilisasi kekuatannya untuk deklarasi akhir perang di Semenanjung Korea dan mengusulkan bahwa tiga pihak, dari dua Korea dan AS, atau empat pihak dari dua Korea, AS serta China berkumpul dan menyatakan bahwa perang di Semenanjung Korea telah berakhir,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, perdamaian di Semenanjung Korea selalu dimulai dengan dialog dan kerja sama. “Saya menyerukan dimulainya kembali dialog antara kedua Korea dan antara AS serta Korut,” ujar Moon.
Dia menekankan, Korsel berdiri untuk Semenanjung Korea yang makmur dan bebas nuklir. “Korsel terus melanjutkan proses perdamaian Semenanjung Korea, dan di tengah dukungan masyarakat internasional mencapai tonggak bersejarah,” katanya, merujuk pada berbagai deklarasi yang ditandatangani dengan Korut.
Korsel dan Korut terlibat dalam peperangan pada 1950-1953. Perang itu berakhir dengan gencatan senjata. Hingga kini, kedua negara tersebut belum menandatangani perjanjian damai.