REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Duta Besar Korea Utara (Korut) untuk PBB Kim Song mengatakan bahwa tidak ada yang bisa menyangkal hak negara nuklir untuk menguji coba senjatanya. Sebuah negara, kata dia, berupaya untuk membangun pertahanan nasional termasuk menggunakan dan menguji senjata.
"Kami hanya membangun pertahanan nasional kami untuk membela diri dan menjaga keamanan dan perdamaian negara dengan andal," kata Kim Song dalam kesempatan berpidato pada sesi sidang debat umum Majelis Umum ke-76 PBB, seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (28/9).
Kim naik ke podium di markas besar PBB, New York, Amerika Serikat (AS), tak lama setelah militer Korea Selatan mengatakan Korut telah menembakkan "proyektil tak dikenal" ke laut lepas pantai timurnya.
Menurut Kantor Berita Yonhap yang berbasis di Seoul, kantor kepala staf gabungan tidak memberikan indikasi lebih lanjut tentang berapa banyak proyektil yang telah ditembakkan atau jenis proyektilnya.
Korut memang telah menggunakan Laut Jepang untuk menguji sejumlah rudal balistik jarak pendek baru dalam beberapa tahun terakhir. Belum lama ini, negara pimpinan Kim Jong-un itu juga meluncurkan rudal baru yang ditembakkan dari gerbong kereta. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan bertahan dari serangan oleh negara lain. Selain itu, Korut menguji rudal jelajah jarak jauh.
Korut melanjutkan uji coba rudal balistik jarak pendek dan jauh setelah negosiasi dengan pemerintahan Donald Trump pada 2019 gagal. Uji coba terakhir pada pekan lalu melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang melarang negara itu dari mengembangkan atau menguji rudal balistik atau perangkat nuklir.
Sementara peluncuran rudal pada Selasa (28/9) pagi terjadi tiga hari setelah saudara perempuan Kim Jong-un, Kim Yo-jong mengatakan bahwa Korut bakal mempertimbangkan untuk mengadakan pertemuan puncak dengan Korea Selatan dan menyatakan secara resmi berakhirnya Perang Korea jika Selatan dapat memulihkan kepercayaan dengan Pyongyang.
Menyinggung AS di PBB, Kim Song menegaskan kembali bahwa Washington harus mengakhiri kebijakan bermusuhan terhadap Korut jika menginginkan perdamaian di semenanjung Korea. Perang Korea dihentikan dalam gencatan senjata pada 1953, sehingga meninggalkan semenanjung secara teknis dalam keadaan perang.
"Jika AS ingin melihat Perang Korea, perang paling lama berakhir, dan jika itu benar-benar menginginkan perdamaian dan rekonsiliasi di Semenanjung Korea, itu harus mengambil langkah pertama menuju melepaskan kebijakan permusuhannya," kata Kim di PBB dikutip laman The New York Times, Selasa