REPUBLIKA.CO.ID, VILNIUS -- Lithuania berencana melarang lembaga negara menggunakan perangkat 'yang tidak bisa dipercaya' setelah pusat keamanan siber negara itu menemukan fitur sensor dalam telepon pintar yang diproduksi di China. Deputi Menteri Pertahanan Margiris Abukevicius mengatakan Kementerian Pertahanan Nasional Lithuania mempersiapkan legislasi yang melarang pengadaan perangkat seperti telepon pintar yang dianggap membahayakan keamanan nasional.
Rancangan undang-undang itu akan dipresentasikan di hadapan parlemen pada akhir tahun ini. "Jelas konsekuensi dari legislasi ini akan serupa dengan legislasi perangkat 5G sebelumnya," kata Abukevicius seperti dikutip dari Euronews, Selasa (28/9).
Dalam pernyataannya pada Euronews Next, kementerian pertahanan Lithuania mengonfirmasi sedang mempersiapkan legislasi yang melarang sejumlah perangkat. Mereka mengatakan cakupannya masih belum diketahui.
"Pada saat ini, kami sedang mengerjakan definisi cakupan legislasi, mengenai institusi mana (yang penting bagi keamanan nasional) yang akan mengikuti regulasi baru, pembelian produk/perangkat keras/perangkat lunak TIK yang mana yang terdampak, dan apa kriteria akan ditetapkan agar hanya pemasok yang dapat dipercaya yang mengikuti proses pengadaan," tambah juru bicara Kementerian Pertahanan.
Pada awal tahun ini parlemen Lithuania melarang pemasok dan manufaktur 'yang tidak bisa dipercaya' dari proyek pembangunan infrastruktur jaringan 5G. Keputusan ini mendorong perusahaan China, Huawei, dari proyek tersebut dan Lithuania memilih Ericsson dari Swedia.
Sebelum pemungutan suara di parlemen digelar, CEO perusahaan telekomunikasi Lithuania, Telia Lietuva, sudah mengatakan pada media lokal perusahaan itu sudah melarang penggunaan teknologi Huawei untuk alasan geopolitik. Pekan lalu kementerian pertahanan Lithuania membuat gempar dengan mengatakan agar konsumen 'melempar' telepon China mereka.
Pernyataan itu disampaikan setelah peneliti dari pusat keamanan siber Lithuania menemukan telepon produksi perusahaan China, Xiaomi, dapat mendeteksi dan menyensor frasa seperti 'Free Tibet', 'Long Live Taiwan Independence', dan 'gerakan demokrasi'.
Para peneliti mengatakan walaupun fitur sensor di telepon pintar yang dijual di Eropa dimatikan, tapi perangkat itu secara teknis dapat diaktifkan secara jarak jauh kapan pun. Menanggapi pernyataan itu Xiaomi mengatakan Mi 10T 5G'tidak menyensor komunikasi ke atau dari penggunanya. Pada Senin (27/9) kemarin Xiaomi mengumumkan akan mempekerjakan pihak ketiga untuk mengasesmen tuduhan sensor Lithuania.
"Sementara kami memperdebatkan karakteristik temuan itu, kami melibatkan pakar dari pihak ketiga yang independen untuk mengasesmen poin-poin yang diangkat dalam laporan tersebut," kata juru bicara Xiaomi.
Perusahaan China itu mengatakan mereka menggunakan perangkat lunak untuk melindungi pengguna dari konten pornografi dan kata-kata menyinggung pengguna lokal. Hal itu merupakan standar dalam industri telepon pintar.