REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS - Empat partai Tunisia pada Selasa mengumumkan pembentukan forum Koordinasi Kekuatan Demokratis guna melawan "langkah-langkah luar biasa" yang diambil oleh Presiden Kais Saied.
Pengumuman itu muncul selama konferensi pers di ibu kota Tunis oleh Partai Demokrat, Afek Tounes, Partai Republik, dan Blok Demokrat untuk Buruh dan Kebebasan.
Ghazi Chaouachi, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, mengatakan front baru bertujuan untuk "mendukung setiap jalur reformasi dan mencapai stabilitas politik dan keadilan sosial di Tunisia".
Pada 25 Juli, Saied menggulingkan pemerintah, membekukan parlemen, dan mengambil alih kekuasaan eksekutif. Sampai saat ini dia bersikeras "langkah-langkah luar biasa" yang dia ambil untuk "menyelamatkan" negara, para oposisi menuduhnya melancarkan kudeta.
Chaouachi memperingatkan bahwa keputusan Saied dapat "mengakibatkan penggulingan transisi demokrasi dan menyebabkan runtuhnya seluruh pilar negara Tunisia".
Dia menambahkan bahwa sejak keputusan Saied dua bulan lalu, negara itu "dalam keadaan terabaikan dan lumpuh total".
Chaouachi menuduh presiden Tunisia berusaha untuk mengonsolidasikan kekuasaan dan mengubah konstitusi. Dia juga menyerukan tatanan konstitusi cepat dikembalikan dan mengadakan pemilihan baru" untuk menyelesaikan krisis negara serta menghindari kekacauan, kekerasan, dan perang saudara.
Sekretaris Jenderal Partai Republik Issam Chebbi mengatakan koordinasi itu tidak akan menerima konstitusi yang disesuaikan dengan aturan yang dibuat presiden.
Sementara itu, Khalil Al-Zawiya, Sekretaris Jenderal Blok Demokratik untuk Buruh dan Kebebasan, mengatakan jalan yang diambil Saied “harus diperbaiki secara partisipatif” untuk mencegah krisis yang membayangi.
Sekretaris Jenderal Partai Afaq Tounes Fadel Abdel Kafi mengatakan "koordinasi keempat partai percaya pada revolusi dan demokrasi". Mayoritas partai di Tunisia menolak “tindakan luar biasa” Saied, di mana mereka juga menuduhnya melakukan kudeta terhadap konstitusi.
Tunisia dipandang sebagai satu-satunya negara yang berhasil melakukan transisi demokrasi di antara negara-negara Arab yang menyaksikan revolusi rakyat menggulingkan rezim penguasa, termasuk Mesir, Libya, dan Yaman.