REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban telah memperingatkan bahwa Amerika Serikat (AS) akan menghadapi konsekuensi jika drone-nya terus beroperasi secara ilegal di wilayah udara Afghanistan, Selasa (28/9). Kelompok itu mengingatkan kewajiban Washington berdasarkan perjanjian perdamaian Doha pada Februari 2020.
"Amerika Serikat baru-baru ini melanggar semua hukum internasional dan komitmennya terhadap Emirat Islam di Doha, Qatar, dan wilayah udara Emirat Islam diduduki oleh pesawat tak berawak AS. Pelanggaran ini harus diperbaiki dan dicegah," ujar Taliban merujuk nama sematan baru Afghanistan dikutip dari SputnikNews.
Akhir bulan lalu, serangan pesawat tak berawak AS yang menargetkan militan ISISK akhirnya secara tidak sengaja membunuh 10 warga sipil, termasuk tujuh anak dan seorang pekerja bantuan. Washington telah mencadangkan haknya untuk melanjutkan serangan pesawat tak berawak di seluruh negeri terhadap tersangka teroris.
"Kami akan meminta semua negara, terutama Amerika Serikat, untuk mematuhi komitmen dan hukum internasional mereka untuk mencegah konsekuensi negatif," kata Taliban.
Setelah mengambil alih Afghanistan bulan lalu, Taliban merebut gudang senjata sebagian besar buatan AS senilai puluhan miliar dolar. Dalam pengambilalihan itu terdapat berbagai senjata, termasuk senjata ringan, peluncur granat, kendaraan tahan ranjau, ribuan Humvee, artileri bergerak dan ditarik, dan howitzer, buldoser, ekskavator.
Taliban pun sekarang memiliki sejumlah kecil pesawat. Sebagian besar adalah helikopter yang dibongkar, tetapi juga drone, scout attack choppers, dan UH-60 Black Hawks.
Negara-negara di kawasan itu telah menyatakan keprihatinan atas nasib persenjataan ini. Rusia menyatakan harapan bulan lalu bahwa senjata itu tidak akan digunakan dalam potensi perang saudara.
Sedangkan negara lain memperingatkan bahwa sebagian dari penangkapan itu mungkin berakhir di pasar senjata internasional atau di tangan kelompok teroris seperti ISIS dan Alqaidah. Amerika Serikat memberi pasukan keamanan Afghanistan sekitar 28 miliar dolar AS senjata antara 2002 - 2017, dengan hampir semua peralatan ini, selain yang telah dihancurkan, jatuh ke tangan Taliban.