REPUBLIKA.CO.ID, COXBAZAR -- Menteri Luar Negeri Bangladesh bersumpah mengambil 'langkah tegas' pada pembunuhan pemimpin masyarakat Rohingya Mohib Ullah di kamp pengungsian. Pernyataan ini disampaikan setelah muncul desakan untuk melakukan penyelidikan.
"Pemerintah akan mengambil tindakan tegas pada orang yang terlibat dalam pembunuhan, tidak akan ada yang lolos," kata Menteri Luar Negeri Bangladesh A.K. Abdul Momen, Sabtu (2/10).
Dalam pernyataan pertama pemerintah Bangladesh mengenai pembunuhan ini, Momen mengatakan, pembunuh tersebut karena kepentingan 'pribadi'. Sebab Mohib Ullah ingin pulang ke Myanmar. "Pembunuh-pembunuh Mohib Ullah harus dibawa ke pengadilan," katanya.
Mohib Ullah yang tewas saat berusia akhir 40-an adalah salah satu pemimpin dari jumlah komunitas pengungsi yang terus bertambah. Sejak lebih dari 730 ribu warga muslim Rohingya melarikan diri dari penindakan keras militer Myanmar.
Ia pernah diundang Gedung Putih dan berbicara dengan Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Ullah salah satu tokoh terkenal dalam gerakan advokasi Muslim Rohingya yang menghadapi persekusi dari generasi ke generasi.
Deputi inspektur kota dekat Cox Bazar, Rafiqul Islam mengatakan Mohib Ullah ditembak di kepala tapi ia tidak menjelaskan lebih lanjut. Juru bicara Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan lembaganya 'sangat sedih' dengan pembunuhan Mohib Ullah.
Perwira Polisi di kamp pengungsian Cox Bazar, Naimul Hag mengatakan pihak berwenang sudah menangkap tiga orang pengungsi yang memiliki koneksi dengan pembunuhan tersebut. Tapi ia tidak mengungkapkan detailnya lebih lanjut.
Mohib Ullah dikenal sebagai aktivis moderat yang mengadvokasi agar masyarakat Rohingya dapat pulang ke Myanmar. Masyarakat muslim minoritas di negara mayoritas Budha itu mengalami persekusi selama puluhan tahun.
Organisasi Mohib Ullah, Arakan Rohingya Society for Peace and Human Rights mendokumentasikan kekejian yang dialami masyarakat Rohingya selama penindakan keras militer Myanmar. PBB mengatakan penindakan tersebut dilaksanakan dengan niat genosida.
Di kamp pengungsi Bangladesh, Mohib Ullah mendatangi tenda demi tenda. Ia mencatat pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran untuk dibagikan dengan penyelidik internasional.
Organisasinya bekerja untuk memberi pengungsi suara baik di dalam kamp maupun ke internasional. Di Dewan HAM PBB ia mengatakan Rohingya ingin berbicara untuk diri mereka sendiri.
Namanya yang terkenal membuat ia menjadi target ancaman pembunuhan orang-orang garis keras. "Bila saya meninggal, saya baik-baik saja, saya sudah menyerahkan hidup saya," katanya pada kantor berita Reuters tahun 2019 lalu.