Kamis 07 Oct 2021 11:33 WIB

Jerman Buka Pabrik Pertama di Dunia untuk Bahan Bakar Jet Netral Karbon

Organisasi nirlaba Atmosfair di Jerman siap mulai produksi bahan bakar jet bersih.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/dpa/Pleul
picture-alliance/dpa/Pleul

Pada hari yang sama saat Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengumumkan komitmen untuk mencapai emisi CO2 "nol bersih" pada tahun 2050, organisasi nirlaba Atmosfair membuka pabrik pertama di dunia yang memproduksi bahan bakar jet netral karbon.

Grup yang menawarkan offset untuk emisi dari penerbangan ini mengumumkan, pabriknya di Emsland, Jerman utara, diharapkan mulai memproduksi delapan barel (sekitar 1 ton) bahan bakar pesawat terbang sintetis per hari pada awal 2022.

Bahan bakar minyak sintetis untuk pesawat terbang, yang disebut e-kerosene atau power-to-liquid (PtL), dipandang memiliki potensi besar untuk memangkas jejak karbon industri penerbangan. Tetapi ada beberapa alasan mengapa bahan bakar hijau itu belum diluncurkan.

Sektor penerbangan adalah salah satu cabang transportasi yang paling intensif menghasilkan karbon, karena pesawat digerakkan mesin berbahan bakar berbasis fosil. Sektor penerbangan bertanggung jawab atas sekitar 2% hingga 3% emisi CO2 global. Cabang bisnis ini ingin mengurangi jejak karbon hingga setengahnya dari tingkat emisi tahun 2005 pada tahun 2050.

Namun dekarbonisasi akan menjadi tantangan besar. Masalahnya, harga bahan bakar hijau ini empat sampai lima kali lebih mahal dibanding harga BBM konvesional. Juga saat ini kapasitas produksinya tergolong masih sangat kecil.

Mengapa bahan bakar minyak sintetis?

E-kerosene adalah jenis Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang dapat dicampur dengan bahan bakar jet konvensional untuk menurunkan emisi penerbangan.

SAFs terutama biofuel terbuat dari bahan baku yang berkelanjutan, seperti produk limbah atau residu pertanian. Bahan ini dipandang sebagai alternatif yang menjanjikan karena dapat mengurangi emisi hingga 80% selama masa pakai bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

Pabrik Atmosfair di Emsland bertujuan untuk memproduksi bahan bakar minyak sintetis netral karbon dengan menggabungkan hidrogen yang diproduksi menggunakan listrik terbarukan (dari turbin angin terdekat) dan karbon dioksida berkelanjutan yang diambil dari udara dan biomassa.

Hasilnya akan dicampur dengan BBM konvensional dan diangkut ke Bandara Hamburg untuk mengisi bahan bakar penerbangan, termasuk untuk maskapai Lufthansa dari Jerman.

Berapa banyak bahan bakar berkelanjutan di luar sana?

Sejumlah pemerintahan telah memperkenalkan kuota penggunaan bahan bakar hijau dalam upaya untuk meningkatkan volumenya. Jerman, misalnya, menghendaki 0,5% dari 10 juta ton BBM yang digunakan oleh industri penerbangan Jerman setiap tahunnya, menggunakan e-kerosene pada tahun 2026, dengan peningkatan menjadi 2% atau 200.000 ton pada tahun 2030.

E- kerosene, adalah game changer?

Untuk memenuhi target tersebut memerlukan peningkatan produksi besar-besaran seperti yang ditunjukkan oleh Menteri Lingkungan Jerman, Svenja Schulze pada peresmian lokasi produksi e-kerosene. Ini hanya masuk akal, jika produksi energi terbarukan juga ditingkatkan pada saat yang bersamaan.

"Bahan bakar PtL hanya berfungsi untuk perlindungan iklim, jika hidrogen hijau yang digunakan. Untuk produksi hidrogen hijau, kami membutuhkan lebih banyak listrik dari energi terbarukan," kata Schulze, seraya menambahkan bahwa teknologinya tersedia dan berfungsi.

"Pabrik Atmosfair di Emsland hanya kecil, dan tidak dirancang untuk berjalan dalam jangka panjang, ujar CEO dan pendiri organisasi Dietrich Brockhagen.

"Tapi kami ingin mengambil langkah pertama di Jerman untuk mencoba teknologi anyar di sini dan mendapatkan pengalaman," katanya menambahkan.

Ulf Neuling, Pemimpin Grup Bahan Bakar Terbarukan di Universitas Teknologi Hamburg mengatakan, pabrik Atmosfair adalah "langkah ke arah yang benar untuk mendorong produksi bahan bakar elektronik untuk penerbangan dan untuk mulai masuk ke aplikasi komersial."

Namun dia menekankan pada akhirnya harus ada pabrik yang lebih besar dengan kapasitas produksi yang lebih tinggi jika Jerman ingin menurunkan biaya bahan bakar elektronik dan meningkatkan teknologi. (pkp/as)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement