REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Seorang aktris Palestina memenangkan aktris utama terbaik pada upacara penghargaan film Israel. Namun, dia mengatakan sulit untuk merayakannya karena ada pembersihan etnis yang sedang berlangsung dari Palestina.
Juna Suleiman membintangi Let It Be Morning, sebuah film yang disutradarai oleh sutradara Israel Eran Kolirin yang memenangkan Penghargaan Ophir untuk film terbaik. Film tersebut telah diajukan untuk dipertimbangkan menjadi salah satu dari lima nominasi Oscar Fitur Internasional Terbaik.
“Dalam keadaan normal, saya akan merasakan kebahagiaan dan rasa syukur atas penghargaan itu. Akan tetapi, sayangnya itu tidak mungkin ketika ada upaya aktif untuk menghapus identitas Palestina dan rasa sakit kolektif dan yang ada di setiap peran yang saya mainkan,” kata Suleiman dalam keterangannya.
Untuk memisahkan peran dan identitasnya adalah bentuk tindakan mengejek dan kekerasan yang dibangun di atas tradisi kolonialisasi yang berlangsung untuk menghapus identitas bersejarah dan pembersihan etnis.
Kondisi tersebut tidak memberi ruang bagi Suleiman untuk berbahagia. Hanya kemarahan dan frustasi yang dia rasakan. “Kemarahan dan frustrasi ini adalah dasar dari pengalaman yang sama yang dibawakan Let It Be Morning ke layar,” ujar dia.
Dia juga mengucapkan terima kasih kepada Kolirin atas kepekaan dan pengertiannya yang membuat pengalaman akting pertamanya begitu istimewa. Film Let It Be Morning diangkat berdasarkan novel karya Jurnalis dan Penulis Skenario Sayed Kashua.
Dilansir Middle East Monitor, Sabtu (8/10), film tersebut menceritakan kisah Sami, warga Palestina Israel yang mengunjungi kembali kampung halamannya bersama keluarganya untuk menghadiri pernikahan saudara laki-lakinya. Setelah pernikahan, Sami, istrinya, dan putranya bertemu dengan tentara Israel yang memaksa mereka untuk tinggal di desa.
Sami segera dipenjara dan dikepung di kampung halamannya tanpa mengetahui alasan dan berapa lama ia ditahan. Penghargaan tersebut diberikan setelah para pemain memboikot Festival Film Cannes pada bulan Juli setelah menjelaskan dalam sebuah pernyataan kolektif di media sosial bahwa mereka akan mengambil tindakan ketidakhadiran politik sebagai protes atas penghapusan budaya Israel terhadap Palestina.
Sumber: middleeastmonitor