REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD — Presiden Irak Barham Salih dan Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi mendesak rakyat Irak mengikuti pemilihan umum pada Ahad (10/10). Untuk menjamin keamanan dalam proses pemilihan, pemerintah melakukan keamanan yang maksimal.
"Keluar dan pilih, dan ubah realitas Anda demi Irak dan masa depan Anda," kata al-Kadhimi setelah memberikan suaranya di sebuah sekolah di Zona Hijau yang dijaga ketat di Baghdad, rumah bagi kedutaan dan kantor pemerintah asing.
Pemilihan tersebut adalah yang pertama sejak jatuhnya Saddam Hussein setelah invasi pimpinan Amerika Serikat ke Irak pada 2003. Dalam pemungutan itu berlangsung tanpa jam malam dan lalu lintas udara serta perbatasan darat di tutup sejak Sabtu (9/10) hingga Senin (11/10) dini hari nanti.
Kondisi tersebut mencerminkan situasi keamanan yang meningkat secara signifikan di negara itu setelah kekalahan ISIS pada 2017. Pemilihan sebelumnya dirusak oleh pertempuran dan serangan bom mematikan yang melanda negara itu selama beberapa dekade.
"Bagi mereka yang ragu-ragu, percayakan pada Tuhan dan pergi dan pilih mereka yang Anda anggap tepat. Ini adalah kesempatan kita untuk reformasi," ujar al-Kadhimi mencerminkan kekhawatiran atas rendahnya jumlah pemilih.
Pemilihan 2018 melihat hanya 44 persen pemilih yang memenuhi syarat memberikan suara dan menjadi rekor terendah. Hasilnya diperebutkan secara luas. Ada kekhawatiran tentang jumlah pemilih yang serupa atau bahkan lebih rendah kali ini.
Sebanyak 3.449 kandidat bersaing untuk 329 kursi dalam pemilihan parlemen. Pemilihan ini berlangsung di bawah undang-undang pemilihan baru yang membagi Irak menjadi daerah pemilihan yang lebih kecil dan memungkinkan lebih banyak kandidat independen.
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang diadopsi awal tahun ini memberi wewenang kepada tim yang diperluas untuk memantau pemilihan. Akan ada hingga 600 pengamat internasional, termasuk 150 dari PBB. Lebih dari 24 juta dari perkiraan 38 juta orang Irak memenuhi syarat untuk memilih.
Irak juga untuk pertama kalinya memperkenalkan kartu biometrik bagi pemilih. Untuk mencegah penyalahgunaan kartu pemilih elektronik, kartu tersebut dinonaktifkan selama 72 jam setelah setiap orang memberikan suara untuk menghindari pemungutan suara ganda.