REPUBLIKA.CO.ID, KUNMING -- Lebih dari 100 negara berjanji untuk menjadikan perlindungan lingkungan sebagai inti dari kebijakan pemerintah mereka. Namun, semuanya tidak menetapkan target spesifik dalam upaya mencegah kepunahan massal.
Dalam Pertemuan Keanekaragaman Hayati PBB yang digelar di Kota Kunming, Menteri Lingkungan Cina Huang Rungqiu mengatakan deklarasi yang diadopsi negara-negara itu adalah dokumen kehendak politik. Bukan perjanjian internasional yang mengikat.
Deklarasi Kunming menyerukan semua sektor ekonomi global mengambil 'aksi darurat dan terpadu' yang mencerminkan keanekaragaman hayati. Tapi isu-isu penting seperti mendanai konservasi negara miskin dan menerapkan rantai pasokan ramah keanekaragaman hayati akan dibahas kemudian.
Saat ini kepunahan spesies flora dan fauna dalam kecepatan tertinggi dalam 10 juta tahun. Politisi, ilmuwan dan pakar mencoba meletakan dasar-dasar untuk perjanjian baru yang bertujuan menyelamatkan keanekaragaman hayati.
Dalam perjanjian sebelumnya yang ditandatangani di Aichi, Jepang tahun 2010 lalu pemerintah di seluruh dunia menyepakati 20 target yang bertujuan memperlambat kepunahan massal dan melindungi keanekaragaman hayati pada tahun 2020. Tidak satu pun target itu yang tercapai.
Inti usaha menyelamatkan alam adalah dari desakan PBB pada pemerintah di seluruh dunia untuk melindungi dan memelihara 30 persen wilayah mereka di tahun 2030. Sejauh ini Cina sebagai tuan rumah pertemuan mendukung target yang dikenal sebagai '30 by 30' itu.
"Deklarasi ini mengacu pada target '30 by 30' tapi tidak mengindikasi apakah Beijing setuju atau tidak," kata penasihat senior iklim organisasi lingkungan Greenpeace, Li Shuo, Rabu (13/10).