REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Lebanon telah mengumumkan hari berkabung pada Jumat (15/10). Peringatan ini disampaikan setelah sedikitnya enam orang meninggal dunia dan puluhan lainnya terluka dalam pertempuran mematikan dalam protes di Beirut.
Sumber-sumber rumah sakit dan militer mengatakan beberapa dari mereka yang tewas ditembak di kepala. Mereka termasuk seorang perempuan yang terkena peluru nyasar saat berada di dalam rumahnya.
Tembakan terjadi selama protes oleh kelompok Muslim Syiah terhadap hakim yang menyelidiki ledakan besar tahun lalu di pelabuhan kota. Hizbullah, yang mengorganisir protes, mengatakan para demonstran ditembaki oleh orang-orang bersenjata di atas atap.
Belum ada yang bertanggung jawab. Kelompok tersebut menyalahkan faksi Kristen, meskipun tuduhan itu telah dibantah.
Ketegangan besar menyelimuti penyelidikan ledakan pelabuhan yang menewaskan 219 orang pada Agustus 2020. Hizbullah dan sekutunya mengatakan hakim investigasi bias, tetapi keluarga korban mendukung pekerjaan hakim karena menilai anggota parlemen berusaha menghindari keadilan.
Kronologi
Protes bermula di luar Istana Kehakiman yang merupakan gedung pengadilan utama . Mereka melakukan aksi tersebut dengan alasan penyelidikan telah dipolitisasi dan menuntut pencopotan Hakim Tarek Bitar.
Tembakan keras lalu meletus di jalan-jalan saat massa melewati bundaran di daerah Tayouneh-Badaro tengah. Orang-orang bersenjatakan senapan otomatis dan peluncur granat roket - diyakini anggota milisi Syiah dan Kristen baku tembak di jalan-jalan.
Penduduk setempat harus meninggalkan rumah dan anak-anak sekolah merunduk untuk berlindung di bawah meja. Bentrokan berlanjut selama beberapa jam sebelum ketenangan pulih.
Jalan-jalan di sekitar Tayouneh masih tertutup karpet tebal dengan pecahan kaca setelah berjam-jam tembakan senjata dan roket. Untuk saat ini ada gencatan senjata yang tidak nyaman. Namun, semua pihak menunggu untuk melihat ke arah mana penyelidikan itu sekarang.
Tentara mengatakan telah mengerahkan pasukan untuk mencari para penyerang. Militer memperingatkan bahwa mereka akan menembak setiap pria bersenjata di jalan.
Sebelum protes berlangsung, pengadilan menolak pengaduan hukum yang diajukan oleh dua mantan menteri pemerintah dan anggota parlemen Ali Hassan Khalil dan Ghazi Zaiter. Keduanya telah ditanyakan oleh Hakim Bitar atas kecurigaan kelalaian sehubungan dengan ledakan pelabuhan.
Kedua politisi itu yang menyangkal melakukan kesalahan dan malah menuduh hakim bias. Atas penolakan itu menyebabkan penyelidikan ditangguhkan untuk kedua kalinya dalam tiga minggu.