REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT - Kuwait mendesak warganya untuk meninggalkan Lebanon dan menunda rencana perjalanan ke negara itu setelah penembakan mematikan meletus di ibu kota Beirut pada Kamis, menurut media lokal.
Dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh kantor berita resmi Kuwait KUNA, Kedutaan Besar Kuwait di Beirut mendesak warganya di Lebanon untuk berhati-hati, menghindari daerah konflik, dan tetap tinggal di rumah.
Sebelumnya pria bersenjata tak dikenal menembaki pengunjuk rasa dari atap dekat Istana Kehakiman sehingga memaksa demonstran dan jurnalis untuk berlindung.
Bentrokan kemudian pecah antara pria bersenjata bertopeng dan penembak jitu yang menyebabkan enam orang tewas dan 32 lainnya terluka.
Protes diadakan untuk menuntut pencopotan Tarek Bitar, hakim yang memimpin penyelidikan ledakan pelabuhan Beirut tahun lalu, setelah pengadilan menolak komplain terhadap sang hakim dan mengizinkan Bitar melanjutkan penyelidikan.
Dalam sebuah pernyataan bersama, Hizbullah dan Gerakan Amal menuduh "kelompok bersenjata" yang berafiliasi dengan Pasukan Lebanon, yang dipimpin oleh Samir Geagea, berada di balik serangan itu.
Protes dimulai beberapa jam setelah pengadilan menolak pengaduan terhadap Geagea dan mengizinkan hakim untuk melanjutkan penyelidikan. Menurut Palang Merah Lebanon, korban tewas mencapai enam orang dan lebih dari 30 orang terluka.
Ledakan pelabuhan Beirut pada Agustus 2020 menewaskan lebih dari 200 orang, melukai sekitar 6.000 orang, menyebabkan sekitar 300.000 kehilangan tempat tinggal, dan semakin melemahkan ekonomi Lebanon yang sudah rapuh.