Beberapa bulan lalu di awal 2021, Alang Heinrich, mengalami musibah. Apartemennya di Berlin kebakaran. Tapi ia merasa masih beruntung karena tidak terluka. "Saya tiba-tiba merasa seperti ada sesuatu yang lebih besar dari pada kita manusia. Seperti ada sesuatu yang lebih besar, yaitu Tuhan. Sebelumnya saya adalah ateis,” demikian pengakuan warga Jerman yang fasih berbahasa Indonesia ini.
"Saya masuk Islam karena hati," ujar Alang. "Walaupun ibu saya dan adik saya juga beragama Islam, tapi agama itu kan tidak boleh dipaksa," ujarnya berusaha menjelaskan kenapa setelah usianya menginjak dua dekade baru memutuskan untuk menganut sebuah agama.
Sahabatnya, seorang penyanyi Indonesia, Liza Aditya bercerita mereka dulu berteman ketika Alang masih ateis. "Saya sempat dulu bertanya pada Alang kenapa tak memilih satu agama? Dia waktu itu jawab, saya tak percaya Tuhan, oh ya sudah,” papar Liza mengenang perkenalannya dengan Alang tahun 2019.
Lama tak ada kontak, ibu Alang menghubunginya. "Jadi katanya Alang dengar saya mengaji, ada di rekaman handphone-nya. Lalu dia tergerak. Katanya bacaan itu indah, seperti itu," kata Liza.
Bagi Liza pribadi, ia menghargai untuk siapapun yang memeluk suatu kepercayaan, bukan hanya Islam, namun semua agama. "Karena aku meyakini bahwa tidak ada kita, jika tidak ada Tuhan. Jadi saya percaya, adanya tuhan dan dengan keyakinan dengan cara beriman. Walaupun berbeda-beda, tapi tujuannya sama."
Islam yang menyenangkan
Lalu Liza Aditya mempertemukan Alang dengan Miftah Maulana Habiburrahman atau yang dikenal dengan sapaan Gus Miftah, seorang pemuka agama di Indonesia. Alang semakin semangat untuk mempelajari Islam. "Semua agama itu baik, tidak ada agama yang buruk. Ketika Gus Miftah bercerita bahwa Islam itu menyenangkan, itu yang paling pertama kena di hati, bahwa saya ingin masuk Islam." Alang melanjutkan, "Saat dia mengajari saya agama Islam, dia selalu bahagia, selalu senang dan selalu tertawa."
Alang sedari kecil hidup berpindah mengikuti lokasi ayahnya bekerja. Sang fotomodel ini pernah tinggal di Sragen, Jawa Tengah. Namun karena dulu masih kecil, ia mengaku saat itu belum percaya agama, karena menurutnya, bagi Alang yang dulu masih kecil, guru-guru agamanya cukup ketat. "Sedangkan bersama Gus Miftah, saya diperlihatkan bahwa agama itu menyenangkan dan membahagiakan orang," ujar Alang. "Cuma karena saya susah sebut huruf 'r', jadi agak berat pelafalannya ketika mengaji," ungkap Alang sambil tersenyum dan masih belum juga terbiasa dengan huruf 'r'.
Ditentang keluarga, didukung teman-teman
Alang mengaku sempat mendapat penentangan dari pihak keluarga ayahnya. "Paman saya, dia tidak suka sama sekali saya masuk agama Islam. Dia berpikir Islam itu identik dengan terorisme sebagaimana jika ada kasus diberitakan di televisi," kata Alang. Di lain pihak kawan-kawannya, baik yang ateis maupun yang kristiani mendukungnya memeluk agama Islam.”Mereka bilang: Alang, kita senang sekali kamu sekarang sudah bertemu dengan Tuhan kamu. Walaupun bukan Tuhan kami, tapi paling tidak kamu bertemu dengan Tuhan kamu sendiri," papar Alang yang mengaku tak punya teman beragama Islam di Jerman.
Alang juga mengamati bentuk-bentuk toleransi beragama di Indonesia dan berharap ke depan akan selalu damai. "Misalnya bagaimana dari tahun ke tahun, saat Natal, umat Katolik yang misa di Katedral Jakarta, diperbolehkan memarkir mobil mereka di Masjid Istiqlal, itu contoh rasa damai dan toleransi yang baik," selorohnya.
Sebagaimana Alang, Liza pun sangat mendambakan semakin suburnya toleransi di tanah air. "Agama Islam tidak pernah tidak baik. Tapi kadang ada saja oknum-oknum yang membuat citranya tidak baik. Jadi saya berharap untuk siapapun, agar bisa melihat agama Islam dengan penuh damai dan rasa tenang," pungkasnya.