REPUBLIKA.CO.ID NEW YORK - Amerika Serikat telah menawarkan untuk bertemu Korea Utara tanpa prasyarat. Washington juga ingin menjelaskan bawah mereka tidak memiliki niat bermusuhan terhadap Pyongyang.
Demikian disampaikan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Linda Thomas-Greenfield, Rabu (20/10). Pernyataan tersebut disampaikan Thomas-Greenfield saat negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB bertemu untuk membahas tentang peluncuran rudal terbaru Korea Utara.
"Korea Utara harus mematuhi resolusi Dewan Keamanan (PBB) dan sudah waktunya untuk terlibat dalam dialog yang berkelanjutan dan substantif menuju tujuan denuklirisasi lengkap di Semenanjung Korea," kata Thomas-Greenfield kepada wartawan.
Korea Utara - yang secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) - telah lama menuduh Amerika Serikat memiliki kebijakan yang bermusuhan terhadap negara Asia itu. Korea Utara menegaskan bahwa negara itu memiliki hak untuk mengembangkan senjata untuk pertahanan diri.Korea Utara telah dikenai sanksi PBB sejak 2006.
Sanksi itu terus diperkuat dalam upaya untuk memotong dana bagi program nuklir dan rudal balistik Pyongyang. Langkah-langkah sanksi tersebut termasuk larangan peluncuran rudal balistik."Kami telah menawarkan untuk bertemu dengan pejabat DPRK, tanpa prasyarat apa pun, dan kami telah menjelaskan bahwa kami tidak memiliki niat bermusuhan terhadap DPRK," kata Thomas-Greenfield.
Namun, Misi Korea Utara untuk PBB di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Thomas-Greenfield.
Pada 2018 dan 2019, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS saat itu Donald Trump bertemu tiga kali, tetapi pertemuan itu gagal membuat kemajuan. AS ingin agar Pyongyang menyerahkan senjata nuklirnya. Sebaliknya Korea Utara ingin agar sanksi terhadap mereka diakhiri.
Korea Utara pada Selasa (19/10) kembali melakukan uji coba rudal balistik baru yang lebih kecil dari kapal selam.Langkah Korut itu mendorong Amerika Serikat dan Inggris pada Rabu untuk mengangkat masalah ini di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara.
"(Uji coba rudal) itu adalah yang terbaru dari serangkaian provokasi sembrono," kata Thomas-Greenfield kepada wartawan."Ini adalah kegiatan yang melanggar hukum. Mereka melanggar beberapa resolusi Dewan Keamanan. Dan itu tidak dapat diterima," ujarnya.