REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Dua bom di pinggir jalan meledak di dekat sebuah bus yang membawa pasukan militer di ibu kota Suriah, Damaskus pada Rabu (20/10) pagi. Serangan ini menewaskan sedikitnya 13 personel militer dan melukai tiga lainnya.
Serangan ini adalah yang paling mematikan di Damaskus dalam beberapa tahun terakhir. Serangan bom tersebut merupakan peristiwa langka sejak pasukan pemerintah merebut pinggiran kota yang sebelumnya dikuasai oleh pejuang oposisi dalam konflik selama 10 tahun di Suriah.
Televisi pemerintah Suriah menunjukkan rekaman video sebuah bus yang hangus. Ledakan bom terjadi pada jam sibuk ketika orang-orang menuju ke tempat kerja dan sekolah.
Dua alat peledak meledak ketika bus yang membawa pasukan militer berada di dekat jembatan Hafez al-Assad. Laporan televisi pemerintah mengatakan, bom ketiga berhasil dijinakkan oleh unit teknik tentara. Sejauh ini tidak ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.
"Ini tindakan pengecut," kata komandan polisi Damaskus Hussein Jumaa dilansir Aljazirah.
Jumaa mengatakan pasukan polisi segera menutup daerah itu dan memastikan tidak ada lagi bom yang meledak. Dia mendesak orang-orang untuk memberi tahu pihak berwenang apabila melihat objek yang mencurigakan.
Sejauh ini ada beberapa serangan terhadap kendaraan tentara di Suriah timur oleh pejuang ISIS yang masih beroperasi di daerah gurun yang luas. Serangan itu adalah yang paling mematikan sejak pengeboman yang diklaim oleh ISIS menghantam Justice Palace pada Maret 2017 dan menewaskan sedikitnya 30 orang.
Pada Agustus, media pemerintah Suriah mengatakan korsleting memicu ledakan di tangki bensin sebuah bus yang membawa tentara. Ledakan ini menewaskan satu orang dan melukai tiga orang lainnya.
Ledakan di Damaskus jarang terjadi sejak pasukan yang setia kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad menguasai daerah kantong pemberontak di sekitar kota. Al-Assad sekarang menguasai sebagian besar negara dan mendapatkan bantuan dengan kehadiran militer Rusia dan milisi Iran.
Konflik Suriah yang dimulai pada Maret 2011 telah menewaskan lebih dari 350 ribu orang. Konflik tersebut membuat setengah penduduk Suriah kehilangan tempat tinggal, termasuk lima juta lainnya yang menjadi pengungsi di luar negeri.