Sabtu 23 Oct 2021 18:41 WIB

Laporan: Rezim Assad Kantongi Jutaan Dolar dari Bantuan PBB

Assad disebut memakai skema yg kompleks untuk menggelapkan jutaan dolar AS.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Foto: Reuters
Presiden Suriah Bashar al-Assad.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) menyatakan dugaan penyalahgunaan dana bantuan PBB oleh Rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad. Dalam laporan tersebut Assad telah mengembangkan skema kompleks untuk menggelapkan puluhan juta dolar AS untuk membantu negara yang dilanda perang itu.

"Pemerintah Barat, meskipun memberikan sanksi kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad, telah menjadi salah satu sumber mata uang terbesar rezim," kata para peneliti CSIS yang berbasis di Washington.

Baca Juga

Skema Assad melibatkan penggunaan Bank Sentral Suriah untuk memaksa badan-badan PBB menggunakan nilai tukar yang tidak menguntungkan. Keputusan ini memungkinkan Damaskus untuk mengalihkan 51 sen untuk setiap dolar yang dihabiskan pada 2020.

Badan-badan PBB menghabiskan sekitar 113 juta dolar AS dalam pengadaan bantuan pada 2020. Jumlah itu memungkinkan sekitar 60 juta dolar AS dialihkan ke pundi-pundi rezim.

Para peneliti CSIS memeriksa pembelian yang dilakukan pada 2019-2020  mengidentifikasi kontrak yang kemungkinan dibayar dalam pound Suriah berdasarkan lokasi kontraktor. Jumlah total dana yang dialihkan melonjak menjadi 100 juta dolar AS ketika data dari kedua tahun digabungkan.

Tapi para peneliti mencatat bahwa perkiraan tersebut kemungkinan masih kecil. Hal ini mengingat hanya mencakup operasi resmi PBB, bukan operasi LSM internasional.

"Pemerintah donor mengaku memiliki strategi yang berfokus pada membantu rakyat Suriah dalam menghadapi pemerintah yang menindas," kata para peneliti.

"Tapi ketika mereka berusaha membantu  yang menderita di bawah pemerintahan pemerintah Suriah, mereka secara bersamaan membantu mengamankan pemerintah yang menyebabkan penderitaan," ujar laporan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement