REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi akan mencabut status keadaan daruat untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. Mesir memberlakukan keadaan darurat pada April 2017, setelah pengeboman mematikan di gereja-gereja.
Sejak insiden pengeboman itu, Mesir secara rutin memperpanjang status keadaan darurat pada interval tiga bulan. Mesir tetap mempertahankan status keadaan darurat selama beberapa tahun, meskipun situasi keamanan membaik.
"Mesir telah menjadi sebuah oasis keamanan dan stabilitas di kawasan. Oleh karena itu untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, saya membatalkan perpanjangan keadaan darurat di semua wilayah negara," ujar Sisi.
Keadaan darurat memberikan wewenang kepada pihak berwenang untuk melakukan penangkapan, dan menindak musuh negara. Pemerintahan Sisi memberlakukan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, dan telah membungkam kritik liberal selama beberapa tahun terakhir.
Aktivis Mesir terkemuka Hossam Baghat menyambut baik keputusan pemerintah untuk mengakhiri keadaan darurat. Dia mengatakan, pencabutan keadaan daruat akan menghentikan penggunaan pengadilan keamanan negara darurat. Namun hal itu tidak akan berlaku untuk beberapa kasus profil tinggi yang sudah dirujuk ke pengadilan tersebut.
Pasukan keamanan Mesir telah memerangi pemberontakan oleh gerilyawan yang terkait dengan ISIS di Sinai utara. Namun belum lama ini, para pejuang ISIS telah mengkonsolidasikan posisi mereka di daerah tersebut.