REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Jenderal Abdel-Fattah Burhan melakukan kudeta terhadap pemerintahan transisi Sudan, Senin (25/10) waktu setempat. Ia dan pasukannya menahan penjabat Perdana Menteri Abdallah Hamdok beserta istri dan sejumlah menteri lain. Ribuan warga kemudian turun ke jalan memprotes kudeta.
Sekurangnya tujuh orang tewas dan 140 orang terluka dalam aksi protes tersebut. Mereka melakukan aksi unjuk rasa di Khartoum, dan Kota Omdurman.
Di Khartoum, ribuan warga turun ke jalan dan menghadapi tembakan di dekat markas militer. Di Omdurman, pengunjuk rasa membarikade jalan-jalan dan meneriakkan dukungan untuk pemerintahan sipil.
Koalisi oposisi utama Sudan, Pasukan Kebebasan dan Perubahan menyerukan pembangkangan sipil dan protes di seluruh negeri. Pihaknya juga menuntut agar dewan militer transisi mentransfer kekuasaan kembali ke pemerintah sipil.
Karyawan bank sentral Sudan mengatakan, mereka melakukan serangan langsung untuk menolak kudeta militer. Seorang aktivis Sudan untuk hak-hak perempuan di Tanduk Afrika, mengatakan bahwa Sudan sedang melalui saat-saat yang sangat suram dalam sejarahnya karena berada di persimpangan jalan.
Dia meminta masyarakat internasional untuk menekan militer agar menghormati Konstitusi dan kesepakatan dengan dewan sipil.
"Militer telah mencemarkan kesepakatannya dengan pemerintah sipil dengan menahan perdana menteri dan beberapa menteri kabinet," kata al-Karib seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (26/10). "Orang-orang Sudan tidak tahu apakah mereka aman atau tidak," ujarnya menambahkan.