Sabtu 30 Oct 2021 10:21 WIB

Bioavtur J2.4 dan Komitmen Energi Bersih Pertamina

Pengembangan Bioavtur J2.4 bagian dari roadmap ESG yang jadi pilar Pertamina.

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Pesawat CN 235 sukses uji terbang dengan menggunakan bahan bakar Bioavtur J2.4 tanpa menemui kendala sama sekali.
Foto: Dok ITB
Pesawat CN 235 sukses uji terbang dengan menggunakan bahan bakar Bioavtur J2.4 tanpa menemui kendala sama sekali.

REPUBLIKA.CO.ID, Pagi itu, pesawat CN 235-200 FTB mendarat dengan mulus di Hanggar 2 PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF) Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Hari itu, tanggal 6 Oktober 2021, bisa dikatakan sebagai momen bersejarah dalam perjalanan Republik Indonesia (RI).

Pesawat CN 235 berhasil mendarat tanpa gangguan usai menjalani flying test bed (FTB) dari Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, Jawa Barat. Yang menjadi sorotan adalah, pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) ini menjalani uji terbang menggunakan bahan bakar Bioavtur J2.4.

Kapten Adi Budi Atmoko yang menjadi pilot CN 235, menjelaskan, tes terbang menggunakan CN 235 sampai di ketinggian 10 ribu kaki telah terlaksana 100 persen dengan hasil seluruhnya dalam keadaan normal. Bioavtur J2.4 digunakan di tangki sebelah kanan, dan avtur biasa ditempatkan di tangki sebelah kiri untuk jaga-jaga.

Hasilnya, selama terbang menggunakan Bioavtur J2.4, tidak ada kejadian engine surge atau flameout. "Tes dilanjutkan dengan melakukan engine parameter test dari flight idle sampai maximum cruise power, semua dalam keadaan normal, tidak ada ubnormality," jelas Adi kepada wartawan, belum lama ini.

Sebelum terbang dari Bandung menuju Tangerang melewati langit Jakarta, serangkaian uji teknis sudah dilakukan CN 235 pada medio September 2021. Semuanya berlangsung tanpa kendala. Pada awalnya, uji terbang dilakukan dari Bandara Husein Sastranegara mengitari langit Sukabumi, Jawa Barat, dan berlangsung lancar.

Pesawat dapat terbang sebagaimana biasanya ketika menjalani pengujian produk Bioavtur J2.4. Adi mengaku, dalam rangkaian tes ketika terbang, juga sempat dicoba mematikan mesin. Setelah diketahui mesin dalam keadaan normal, sambung dia, dilaksanakan menyalakan mesin kembali yang hasilnya bagus sampai mesin stabil kembali.

"Diuji juga akselerasi dan decelerasi power, semua engine data antara kiri dan kanan menunjukkan relatif sama tidak ada perbedaan antara engine kiri yang tangkinya diisi bahan bakar jet A1 dan kanan yang diisi dengan bioavtur," ujar Adi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif turut menyambut kedatangan pesawat CN 235 bercorak merah putih tersebut. Dia sangat bangga karena pesawat yang mengonsumsi Bioavtur J2.4 bisa terbang tanpa gangguan.

Menurut Arifin, keberhasilan tersebut menjadi menjadi tahap awal bagi pemerintah dalam meningkatkan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara. "Sudah dicoba jarak Bandung-Jakarta, bahan bakar nabati CN 235 FTB. Keberhasilan ini menjadi tahap awal bioavtur dalam rangka meningkatkan ketahanan dan keamanan energi nasional."

Kementerian ESDM mengembangkan bioavtur untuk meningkatkan konsumsi energi baru terbarukan (EBT), menggenjot industri sawit dalam negeri, dan sekaligus mengurangi dampak lingkungan akibat energi fosil. Juga, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap avtur yang selama ini masih diimpor, dan membebani keuangan negara.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, mengatakan Bioavtur J2.4 yang diproduksi PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Unit Cilacap, terbukti menunjukkan performa yang setara dengan bahan bakar avtur fosil. Sejak 2014, sambung dia, PT Pertamina telah merintis penelitian dan pengembangan bioavtur melalui Unit Kilang Dumai dan Cilacap.

Nicke menjelaskan, performa bioavtur sudah optimal, lantaran perbedaan kinerjanya hanya 0,2-0,6 persen dari kinerja avtur fosil. "Bioavtur J2.4 mengandung nabati 2,4 persen, ini merupakan pencapaian maksimal dengan teknologi katalis yang ada," ujar Nicke.

 

Bioavtur J2.4 adalah hasil kolaborasi antara Pertamina dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), serta stakeholder terkait. Direktur Niaga, Teknologi, dan Pengembangan PTDI, Gita Amperiawan, menerangkan, Bioavtur J2.4 adalah teknologi pemrosesan yang menghasilkan produk co-rocessing setara avtur dengan bahan baku dari refined bleached deodorized palm kernel oil (RBDPKO) sebesar 2,4 persen.

Penggunaan Bioavtur J2.4 pertama kali diujicobakan untuk digunakan di pesawat produksi PTDI tersebut. "Pesawat CN235-220 FTB melakukan ground test pertama kalinya dengan bahan bakar Bioavtur J2.4, yang merupakan bahan bakar campuran bioavtur yang dihasilkan dari bahan baku 2,4 persen minyak inti sawit dengan menggunakan katalis," kata Gita.

Dia menjelaskan, pemakaian Bioavtur J2.4 adalah untuk melihat dampak penggunaan bahan bakar campuran tersebut bagi mesin pesawat CN 235 ketika mengangkasa. Selain terbang, tes juga dilakukan dua kali ground run, khususnya pada siang saat temperatur tinggi untuk melihat performa mesin pesawat.

"Alhamdulillah selama kami bekerja beberapa kali ground run kemudian kita taxi, secara teknis insya Allah tidak ada masalah. Kontribusi PTDI dalam kegiatan ini akan membantu percepatan program ini mungkin insya Allah program ini hingga masuk tahapan komersialisasi," kata Gita.

Inovasi

Pertamina menjadi aktor utama di balik produksi Bioavtur J2.4. Produk tersebut merupakan hasil sebuah inovasi energi bersih untuk moda transportasi udara. Suksesnya uji coba penggunaan Bioavtur J2.4 di pesawat CN 235 menjadi penanda keunggulan bahan bakar nabati yang diproduksi Kilang Pertamina Internasional Unit Cilacap.

Corporate Secretary Subholding Refining and Petrochemical Pertamina, Ifki Sukarya menjelaskan, perseroan sejak 2014 telah merintis penelitian dan pengembangan bioavtur di Unit Kilang Dumai, Sumatra Selatan dan Cilacap, Jawa Tengah. "Performa bioavtur sudah optimal, ini merupakan pencapaian maksimal dengan teknologi katalis yang ada," jelas Ifki.

Menurut dia, kontribusi Pertamina dalam mengembangkan Bioavtur J2.4 dilakukan terpadu mencakup dua tahap penting. Tahap awal pengembangan tersebut dikelola oleh PT Kilang Pertamina Internasional Unit Dumai melalui Distillate Hydrotreating Unit (DHDT).

Pada tahap ini, ditandai dengan proses hydrodecarboxylation, yaitu Pertamina menargetkan produksi diesel biohidrokarbon dan bioavtur dalam skala laboratorium. Sementara, tahap kedua ditandai dengan proses hydrodeoxygenation, yaitu Pertamina berhasil memproduksi diesel biohidrokarbon yang lebih efisien.

Menurut Ifki, puncaknya pada 2020, unit Kilang Dumai berhasil memproduksi diesel biohidrokarbon D-100 yang 100 persen berasal dari bahan baku nabati atau RBDPKO. Adapun RBDPKO adalah minyak kelapa sawit yang sudah melalui proses penyulingan untuk menghilangkan asam lemak bebas serta penjernihan untuk menghilangkan warna dan bau.

Tahap awal tersebut menjadi langkah penting pengembangan green product, termasuk green diesel dan bioavtur. Ifki menuturkan, Kilang Pertamina Internasional Unit Cilacap kemudian didapuk memiliki kapasitas teknis untuk mengembangkan bioavtur nasional.

Hal tersebut tak lepas dari portfolio bisnis unit kilang Cilacap yang merupakan produsen BBM jenis aviaton turbine terbesar di Indonesia dengan angka produksi tertinggi 1.852 ribu barel sepanjang 2020. Di Unit Kilang Cilacap, kata dia, pengembangan bioavtur dilakukan di dalam treated distillate hydro treating (TDHT).

Menurut Ifki, katalis merah putih untuk bioavtur diproduksi di fasilitas milik Clariant Kujang Catalyst di Cikampek dengan supervisi langsung dari tim Research Technology and Innovation (RTI) Pertamina. "Melalui Unit Kilang Cilacap, bioavtur dihasilkan melalui bahan baku minyak inti kelapa sawit atau RBDPKO dengan avtur fosil," jelas Ifki.

"Kapasitas produksi Bioavtur di Unit Kilang Cilacap mencapat 8 ribu barrel per hari dan akan terus ditingkatkan dengan melihat kebutuhan pasar, mulai 2023 nanti," ujar Ifki menambahkan.

Pengembangan Bioavtur J2.4 yang dikelola oleh Kilang Pertamina Internasional merupakan dukungan dari roadmap Environment, Social dan Government (ESG) yang merupakan pilar bisnis perseroan. Ifki menegaskan, untuk mencapai misi ESG, seluruh unit di bawah pengelolaan PT Kilang Pertamina Internasional telah merintis integrasi green refinery dalam proses bisnisnya.

Upaya pengembangan energi dan produk hijau di lingkungan kilang Pertamina mencakup, green diesel, green avtur, dan green gasoline. "Pengembangan energi bersih merupakan bagian strategic initiatives Kilang Pertamina Internasional untuk mencapai visi world class refining and petrochemical tahun 2027," ucap Ifki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement