Senin 01 Nov 2021 19:11 WIB

Israel Siapkan Jurus Baru Jika Diplomasi dengan Iran Gagal

Israel masih mengedepankan langkah diplomatik terlebih dahulu terhadap Iran.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Personil militer zionis Israel.
Foto: Dok. Istimewa
Personil militer zionis Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Komandan Direktorat Strategi dan Lingkaran Ketiga, Tal Kalman, mengatakan, Israel sedang mempersiapkan skenario lain jika tidak dapat menempuh jalur diplomatik dengan Iran. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Bahrain, Al-Ayam, Kalman mengatakan, Israel kedepankan langkah diplomatik terlebih dahulu terhadap Iran.

Kalman ditugaskan untuk merencanakan strategi Israel terhadap Iran. Dia tak menampik, jika diplomasi gagal, Israel akan mengambil tindakan lain. Dia menyarankan rencana darurat serangan militer.

Baca Juga

"Kami masih percaya pada solusi diplomatik. Upaya diplomatik mungkin untuk menarik Iran kembali ke meja perundingan," ujar Kalman, dilansir Middle East Monitor, Senin (1/11).

Kalman bersikeras bahwa program nuklir Iran merupakan ancaman bagi Israel seluruh dunia. Program nuklir Iran akan mendorong negara-negara lain di Timur Tengah untuk berusaha mendapatkan senjata nuklir.

Sebelumnya, militer Israel telah mendirikan pangkalan intelijen dan analisis untuk memantau kegiatan Iran, terutama terkait dengan program nuklirnya. Kantor berita Walla melaporkan, pangkalan yang sangat rahasia itu diluncurkan dalam beberapa bulan terakhir sebagai hasil dari reformasi intelijen interdisipliner. Mereka mengidentifikasi dan menganalisis tindakan rahasia oleh Teheran yang diduga bertujuan menyembunyikan program nuklir.

Walla yang mengutip seorang perwira tinggi militer Israel mengatakan bahwa, Israel telah mengumpulkan informasi yang cukup tentang program nuklir Iran. Perwira tersebut mencatat bahwa staf di pangkalan rahasia itu menggunakan kecerdasan buatan dan teknologi terbaru, untuk mengumpulkan serta menganalisis data.

Pangkalan rahasia itu juga memainkan peran penting dalam mengidentifikasi kehadiran militer Iran di Suriah, dan menyerang formasi bersenjata pro-Iran.

Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengatakan, negaranya memiliki hak untuk mengambil tindakan melawan Iran. Menurut dia, penggunaan kekuatan mungkin diperlukan untuk menghentikan langkah Iran dalam mengembangkan senjata nuklir.Lapid mengungkapkan, dunia harus menjelaskan bahwa Iran tidak diizinkan memiliki senjata nuklir.

“Menteri Luar Negeri (Amerika Serikat Antony) Blinken dan saya adalah putra dari korban selamat Holocaust. Kita tahu ada saat-saat ketika negara harus menggunakan kekuatan untuk melindungi dunia dari kejahatan,” ujar Lapid dalam sebuah konferensi pers di Washington bulan lalu, seperti dikutip Aljazirah.

Lapid menilai, jika dunia tak serius menghentikan Iran, negara tersebut akan bergegas mengembangkan bom nuklir. "Israel berhak untuk bertindak pada saat tertentu dengan cara apa pun. Itu bukan hanya hak kami; itu juga tanggung jawab kami,” ujar Lapid.

Washington berusaha menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Israel diketahui menentang rencana tersebut. Kendati demikian, Menlu AS Blinken menyebut Washington mendukung gagasan Israel terkait pentingnya mempertahankan dan membela diri dari ancaman.

“Israel memiliki hak untuk membela diri, dan kami sangat mendukung proposisi itu,” kata Blinken.

JCPOA disepakati pada 2015 antara Iran dan negara kekuatan dunia, yakni AS, Prancis, Inggris, Jerman, Rusia, serta China. Kesepakatan itu mengatur tentang pembatasan aktivitas atau program nuklir Iran. Sebagai imbalannya, sanksi asing, termasuk embargo terhadap Teheran, dicabut.

Namun JCPOA retak dan terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan.

Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement