Selasa 02 Nov 2021 23:37 WIB

Perang Mengintai, Bosnia Terancam Pecah?

Tiga puluh tahun lalu Bosnia tergelincir ke dalam krisis perang saudara.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Attila Kisbenedek/AFP
Attila Kisbenedek/AFP

Peringatan oleh Utusan PBB untuk Bosnia, Christian Schmidt, menyiratkan trauma masa lalu bagi warga Bosnia. Dalam laporannya kepada PBB yang dilansir The Guardian, Selasa (2/11), politisi konservatif Jerman itu mewanti-wanti terhadap keretakan politik, dan bahwa kembalinya konflik sektarian adalah prospek yang "sangat mungkin" terjadi.

Schmidt melaporkan, kelompok etnis Serbia di bawah pimpinan Milorad Dodik, sedang berusaha memisahkan Republik Srpska dari Federasi Bosnia, dan membentuk angkatan perangnya sendiri. Selama berbulan-bulan, dia giat menyuarakan separatisme dan menyerang Perjanjian Damai Dayton yang mengakhiri Perang Bosnia pada 1995.

Manuver politik Republik Srpska melumpuhkan Sarajevo selama berbulan-bulan, lapor harian Israel Haaretz. Dodik yang gemar menyebut pembantaian muslim Bosnia oleh tentara Serbia sebagai "mitos", menyerukan boikot terhadap pemerintah ketika Utusan Khusus PBB meloloskan amandemen KUHP yang mengharamkan penyangkalan genosida.

Dodik menyebut Bosnia sebagai negara "buatan" yang merupakan hasil dari "eksperimen negara barat" dan sebabnya harus "dibubarkan." Analis politik meyakini, lakonnya dibuat untuk memperkuat posisi Republik Srpska di dalam federasi. Namun krisis bereskalasi jelang perpanjangan misi perdamaian PBB di Bosnia yang akan diputuskan Dewan Keamanan dalam waktu dekat.

Diplomasi proksi di DK PBB

Misi perdamaian di Bosnia digalang oleh Uni Eropa yang menurunkan 700 pasukan helm biru di bekas kawasan perang tersebut. Adapun NATO memiliki perwakilan tetap di Sarajevo. Setiap tahun, mandat PBB harus diperpanjang melalui resolusi Dewan Keamanan. Kali ini, Rusia mengancam akan memveto resolusi damai bagi Bosnia.

Selaras dengan tuntutan Milorad Dodik, Moskow meminta agar resolusi yang baru menyingkirkan peran Utusan Khusus Christian Schmidt. Upaya ini sudah pernah dilakukan Rusia dan Cina beberapa bulan silam. Kedua negara melobi DK PBB agar membubarkan kantor utusan khusus pimpinan Schmidt.

Langkah tersebut dianggap riskan, karena lembaganya mengawasi pelaksanaan butir Perjanjian Damai Dayton. DK PBB sedianya dijadwalkan melakukan pemungutan suara pada Selasa (2/11), namun diundur ke hari Kamis, lapor DPA. Misi perdamaian PBB di Bosnia sendiri akan berakhir secara otomatis pada Jumat (5/11).

Perjanjian Dayton mencakup pembagian kekuasaan antaretnis, yakni suku Bosnia, Kroasia dan Serbia. Kepemimpinan tripartit itu merupakan kompromi untuk mengakomodasi dua wilayah otonomi, yakni Republik Srpska yang didominasi etnis Serbia di wilayah utara dan timur, serta Bosnia-Herzegovina yang dikuasai etnis Bosnia dan Kroasia.

Kantor utusan khusus PBB secara eksplisit disebut sebagai pemangku fungsi pengawasan dalam perjanjian tersebut. Terlepas dari ancaman Rusia, lingkaran diplomat barat di New York menegaskan bahwa Dewan Keamanan tidak memiliki wewenang untuk mengamandemen isi perjanjian, dan membubarkan kantor utusan khusus PBB.

rzn/vlz (dpa,rtr,ap)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement