Lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia, menyetujui kerangka kerja yang dibuat dalam KTT iklim COP26 di Glasgow pada hari Selasa (02/11), yang bertujuan untuk mengurangi emisi metana global sebesar 30% sebelum akhir dekade ini.
Kerangka kerja yang disebut Global Methane Pledge atau "Ikrar Metana Global", dipelopori oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan Uni Eropa.
"Salah satu hal terpenting yang dapat kita lakukan dalam dekade yang menentukan ini - untuk menjaga tujuan 1,5 derajat - mengurangi emisi metana kita secepat mungkin," kata Biden dalam pidatonya. "Ini adalah salah satu gas rumah kaca paling kuat yang pernah ada."
Negara-negara penghasil metana tidak turut serta
Ketua Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen mengatakan perjanjian itu akan "segera memperlambat perubahan iklim."
Lebih lanjut, Von der Leyen mengatakan bahwa sekitar 30% pemanasan global sejak revolusi industri disebabkan oleh metana.
"Saat ini emisi metana global tumbuh lebih cepat daripada kapan pun di masa lalu," ujarnya seraya menambahkan bahwa mengurangi metana adalah salah satu cara paling efektif untuk mengurangi pemanasan jangka pendek dan menjaga tujuan pemanasan 1,5 derajat Celsius Perjanjian Iklim Paris tetap hidup.
Brasil, penghasil metana utama, adalah salah satu penandatangan perjanjian tersebut. Namun, tiga negara lain seperti Cina, Rusia, dan India, yang juga merupakan penghasil metana utama, tidak menandatangani ikrar tersebut.
AS telah menyusun rencana
Helen Mountford, Wakil Presiden Iklim dan Ekonomi di World Resources Institute (WRI) di Washington DC, mengatakan ikrar itu "menetapkan dasar yang kuat dalam hal ambisi yang kita butuhkan secara global."
"Tindakan cepat dan kuat untuk memangkas emisi metana memberikan berbagai manfaat, mulai dari membatasi pemanasan jangka pendek dan mengurangi polusi udara hingga meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat yang lebih baik," kata Mountford dalam siaran persnya.
Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) mengatakan bahwa mereka sedang merencanakan "perlindungan baru yang komprehensif untuk mengurangi secara signifikan polusi dari industri minyak dan gas alam."
"Aturan yang diusulkan akan mengurangi 41 juta ton emisi metana dari tahun 2023 hingga 2035, setara dengan 920 juta metrik ton karbon dioksida," kata EPA dalam sebuah pernyataan dilansir kantor berita AFP.
"Itu lebih dari jumlah karbon dioksida yang dihasilkan dari semua penumpang mobil dan pesawat komersial AS pada tahun 2019," lanjut pernyataan itu.
Apa itu metana?
Metana, juga dikenal dengan senyawa kimianya CH4, adalah gas yang memiliki dampak besar pada pemanasan global. Sumber emisi metana berasal dari kegiatan manusia maupun dari sumber-sumber alamiah.
Metana ditemukan tidak hanya dalam gas alam yang memasok pembangkit listrik dan memanaskan rumah, tetapi juga dari penguraian sampah, kegiatan pertanian, peternakan, maupun lahan basah.
Meskipun jumlah metana yang dipancarkan tidak sebesar jumlah CO2, tetapi satu ton metana menyebabkan kira-kira setara dengan pemanasan sedikitnya 28 ton CO2 selama satu abad. Dalam dua dekade terakhir saja, negara-negara di seluruh dunia telah meningkatkan keluaran emisi sebesar 10%.
Manusia dianggap bertanggung jawab atas 60% keluaran emisi, dengan kegiatan pertanian menempati posisi teratas, diikuti oleh industri bahan bakar fosil dan sektor limbah.
Lebih lanjut, satu faktor risiko utama bertambahnya emisi metana adalah pencairan lapisan es. Saat Bumi memanas, area yang telah lama membeku ini mulai melepaskan ribuan tahun metana dan CO2 yang telah terperangkap selama ribuan tahun.
rap/ha (AP, AFP, Reuters)