Kamis 04 Nov 2021 01:30 WIB

Dewan HAM PBB akan Bersidang Bahas Sudan

Sidang digelar atas permintaan banyak negara menyusul kudeta militer di Sudan.

Pemimpin dewan transisi Sudan, Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan terlihat setelah dilantik sebagai Ketua Dewan transisi yang baru dibentuk di istana presiden di Khartoum, Sudan, 21 Agustus 2019 (diterbitkan kembali 25 Oktober 2021).
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Pemimpin dewan transisi Sudan, Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan terlihat setelah dilantik sebagai Ketua Dewan transisi yang baru dibentuk di istana presiden di Khartoum, Sudan, 21 Agustus 2019 (diterbitkan kembali 25 Oktober 2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Selasa mengatakan akan menggelar sidang khusus pada Jumat untuk membahas "implikasi dari situasi yang sedang berlangsung" di Sudan setelah kudeta militer minggu lalu. Pertemuan akan berlangsung dalam format virtual hibrid di Palais des Nations Jenewa, dan sebagian besar intervensi akan dilakukan secara online karena pembatasan Covid-19.

Sidang digelar setelah permintaan khusus, Inggris, Amerika Serikat (AS), Norwegia, dan Jerman. Untuk sesi khusus, diperlukan dukungan sepertiga dari 47 anggota Dewan, 16 atau lebih.

Baca Juga

Permintaan kemudian tersebut didukung oleh anggota Dewan Hak Asasi Manusia: Austria, Brasil, Bulgaria, Republik Ceska, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Libya, Meksiko, Belanda, Polandia, Korea Selatan, Ukraina, Inggris, dan Uruguay.

Sumber, https://www.aa.com.tr/id/dunia/dewan-ham-pbb-akan-bersidang-bahas-sudan-atas-seruan-banyak-negara/2410313.

Anggota pengamat berikut juga mendukung sidang khusus tersebut: Albania, Australia, Belgia, Kanada, Kolombia, Kosta Rika, Kroasia, pemerintahan Siprus Yunani, Estonia, Finlandia, Yunani, Hongaria, Islandia, Irlandia, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luksemburg, Malta, Malawi, Montenegro, Selandia Baru, Norwegia, Portugal, Rumania, Sierra Leone, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, dan AS. Pertemuan itu akan menjadi sesi khusus ke-32 dewan dan keempat tahun ini.

Pada 25 Oktober, dewan militer yang berkuasa di Sudan mengumumkan keadaan darurat dan membubarkan dewan kedaulatan transisi dan pemerintah beberapa jam setelah menahan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menteri-menteri dalam pemerintahan sipilnya.

Dewan militer juga menangguhkan beberapa ketentuan konstitusional yang berkaitan dengan transisi politik di Sudan. Ketegangan meningkat antara militer dan pemerintah sipil di Sudan setelah kudeta militer yang gagal pada September di tengah aksi protes di Khartoum.

Sebelum pengambilalihan militer, Sudan dikelola oleh dewan pejabat militer dan sipil yang berdaulat, yang mengawasi periode transisi hingga pemilihan yang dijadwalkan pada 2023, bedasarkan kesepakatan pembagian kekuasaan antara militer dan koalisi Pasukan untuk Kebebasan dan Perubahan.

sumber : Anadolu
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement