REPUBLIKA.CO.ID, GLASGOW -- Penurunan dramatis dalam emisi karbon dioksida (CO2) dari karantina wilayah (lockdown) pandemi telah hampir hilang dalam kepulan asap batu bara. Penulis studi Corinne LeQuere, seorang ilmuwan iklim di University of East Anglia di Inggris menyebut sebagian besar itu berasal dari China.
Sekelompok ilmuwan yang melacak gas yang memerangkap panas yang menyebabkan perubahan iklim itu mengatakan sembilan bulan pertama tahun ini menempatkan emisi sedikit di bawah level 2019. Mereka memperkirakan pada 2021 dunia akan memuntahkan 36,4 miliar metrik ton karbon dioksida, dibandingkan dengan 36,7 miliar metrik ton dua tahun lalu.
Pada puncak pandemi tahun lalu, menurut perhitungan yang diperbarui oleh Global Carbon Project, emisi turun menjadi 34,8 miliar metrik ton, jadi lonjakan tahun ini adalah 4,9 persen. Sementara sebagian besar negara kembali ke tren pra-pandemi, peningkatan polusi China sebagian besar bertanggung jawab atas angka-angka di seluruh dunia. Kondisi ini memantul kembali ke tingkat 2019 daripada turun secara signifikan di bawahnya.
Dengan udara bersih yang dramatis pada 2020 di kota-kota dari India hingga Italia, beberapa orang mungkin berharap dunia berada di jalur yang benar dalam mengurangi polusi karbon. Namun, para ilmuwan mengatakan bukan itu masalahnya.
"Bukan pandemi yang akan membuat kita berbelok ke tikungan. Ini adalah keputusan yang diambil pekan ini dan pekan depan. Itulah yang akan membuat kita berbelok. Pandemi tidak mengubah sifat ekonomi kita," kata LeQuere dalam sebuah wawancara di pembicaraan iklim di Glasgow.
Jika dunia akan membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius sejak masa pra-industri, maka hanya tersisa 11 tahun lagi pada tingkat emisi saat ini sebelum terlambat. Dunia telah menghangat 1,1 derajat Celcius sejak akhir 1800-an.
"Apa yang ditunjukkan oleh angka emisi karbon adalah bahwa emisi pada dasarnya telah mendatar sekarang. Itu kabar baiknya. Kabar buruknya adalah itu tidak cukup. Kita harus mulai menurunkan (emisi)," kata ilmuwan iklim Pennsylvania State University Pennsylvania Michael Mann, yang bukan bagian dari laporan tersebut.
Menurut studi baru ini, emisi di China tujuh persen lebih tinggi pada 2021 jika dibandingkan dengan 2019. Sebagai perbandingan, emisi India hanya tiga persen lebih tinggi. Sebaliknya, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan seluruh dunia yang tercemar lebih sedikit tahun ini dibandingkan 2019.