Sabtu 06 Nov 2021 20:25 WIB

Aturan Hamas Buat Wanita Palestina tak Bisa Tinggalkan Gaza

Wanita di Gaza tak bisa kuliah di luar negeri kecuali ada persetujuan dari wali pria

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Wanita di Gaza tak bisa kuliah di luar negeri kecuali ada persetujuan dari wali pria. Ilustrasi.
Foto: AP/Adel Hana
Wanita di Gaza tak bisa kuliah di luar negeri kecuali ada persetujuan dari wali pria. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JALUR GAZA -- Afaf al-Najar telah menemukan jalan keluar dari Gaza. Perempuan berusia 19 tahun itu memenangkan beasiswa untuk belajar komunikasi di Turki. Dia mengamankan semua dokumen perjalanan yang diperlukan dan bahkan membayar 500 dolar AS untuk melewati antrean panjang di penyeberangan Rafah dengan Mesir.

Namun ketika Afaf tiba di perbatasan pada 21 September, dia ditolak. Penolakan tersebut datang bukan oleh Israel atau Mesir yang telah memberlakukan blokade 14 tahun di Jalur Gaza. Penolakan justru karena undang-undang perwalian laki-laki yang diberlakukan oleh Hamas.

Baca Juga

"Saya benar-benar terpukul," kata Afaf menggambarkan saat petugas perbatasan mengeluarkan barang bawaannya dari bus.

"Mata saya mulai berair, saya bahkan tidak bisa berdiri. Mereka membawakan kursi untuk saya. Saya merasa mimpi saya dirampok," ujarnya.

Perjalanan masuk dan keluar Gaza wilayah pesisir yang merupakan rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina ini telah sangat dibatasi sejak 2007. Ketika itu Hamas merebut kekuasaan dari pasukan saingan Palestina.

Pada Februari, pengadilan Islam yang dijalankan oleh Hamas mengeluarkan pemberitahuan yang mengatakan bahwa perempuan tanpa pendamping harus mendapatkan izin dari wali pria untuk bepergian ke luar wilayah. Setelah reaksi keras yang dipimpin oleh kelompok hak asasi manusia, otoritas Hamas mengubah keputusan untuk membatalkan persyaratan.

Sebaliknya, seorang kerabat laki-laki dapat mengajukan petisi ke pengadilan untuk mencegah seorang perempuan bepergian jika itu akan mengakibatkan kerugian mutlak. Namun, perempuan tidak bisa mencegah laki-laki bepergian.

Ayah Afaf mengajukan petisi dan pengadilan melarangnya bepergian agar dapat mempertimbangkannya. Dia tinggal bersama ibunya yang terpisah dari ayahnya dan mengatakan bahwa dia memutuskan semua kontak dengannya pada Mei. Dia tidak bisa dihubungi untuk memberikan keterangan.

Human Rights Watch, sebuah kelompok yang berbasis di New York yang sangat kritis terhadap blokade, meminta Hamas untuk mencabut pembatasannya. "Pihak berwenang Hamas harus mencabut larangan perjalanan di Afaf al-Najar dan Dewan Kehakiman Tertinggi harus menarik pemberitahuannya sehingga perempuan di Gaza dapat bepergian tanpa batasan diskriminatif," katanya.

Setelah ditolak di perbatasan, Afaf mengatakan sejumlah kelompok hak asasi lokal tampak enggan membantunya karena takut akan pembalasan dari Hamas. Akhirnya, dia mengajukan petisi menentang larangan tersebut.

Ayah Afaf tidak hadir pada sidang pertama, sehingga ditunda. Sebelum ditunda, hakim bertanya mengapa dia pergi ke luar negeri dan menyarankan Afaf bisa dengan mudah belajar di salah satu universitas Gaza.

Perempuan yang fasih berbahasa Inggris dan mengajar bahasa itu bercita-cita menjadi jurnalis. Dia mengatakan negara multi-budaya seperti Turki memberikan peluang yang tidak ada di Gaza yang sebagian besar terputus dari dunia luar.

Sidang ditunda untuk kedua kalinya karena pengacara ayahnya sakit. Itu ditunda untuk ketiga kalinya pada Rabu (3/11) karena pengacara barunya mengatakan perlu waktu untuk mempelajari kasus ini.

Validitas beasiswa diperpanjang hingga akhir tahun. Akan tetapi jika Afaf tidak berhasil sampai ke Turki pada saat itu, dia akan kehilangan beasiswa. Namun dia tidak menyerah.

"Saya menyadari tidak ada yang akan membantu saya kecuali diri saya sendiri. Saya menyadari bahwa saya harus kuat sekarang untuk memperjuangkan hak-hak saya," kata Afaf.

"Alih-alih menangis di kamar saya dan mengecewakan diri saya sendiri, saya memutuskan untuk melawan. Saya memilih untuk bertarung untuk pertama kalinya dalam hidup saya," ujarnya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement