REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina pada Ahad (7/11) mengecam penolakan Israel untuk membuka kembali konsulat Amerika Serikat (AS) di Yerusalem Timur yang diduduki. Pembukaan ini sebagai bagian dari upaya untuk membangun kembali hubungan Amerika Serikat dengan Palestina.
Pada Sabtu (6/11), Perdana Menteri Israel Naftali Bennett menolak rencana Amerika Serikat untuk membuka kembali kantor konsulat di Yerusalem. Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan, pernyataan Bennett adalah ujian kritis bagi pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Kementerian Luar Negeri Palestina meminta pemerintah Amerika Serikat untuk tetap pada pendiriannya dalam membuka kembali Konsulat Amerika Serikat di Yerusalem.
“Sudah saatnya bagi masyarakat internasional untuk memimpin dalam menghormati kewajibannya, serta memikul tanggung jawab hukum dan moralnya terhadap pendudukan dan pemukiman (Israel), dan untuk menghentikan kepercayaannya yang menyedihkan pada pemerintah Israel,” ujar Kementerian Luar Negeri Palestina, dilansir Anadolu Agency, Senin (8/11).
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken sebelumnya telah mengumumkan rencana untuk membuka kembali konsulat Amerika Serikat di Yerusalem Timur. Namun dia tidak memberikan rincian kapan konsulat tersebut akan kembali beroperasi.
Konsulat jenderal Amerika Serikat ditutup mantan Presiden Donald Trump pada 2019. Penutupan dilakukan ketika Trump memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui kota yang diperebutkan itu sebagai ibu kota Israel. Operasional konsulat kemudian digabungkan ke dalam kedutaan.
Tindakan Trump memicu reaksi luas dikalangan orang-orang Palestina. Sejak itu mereka telah menghentikan kontak diplomatik dengan Amerika Serikat. Presiden Biden berkomitmen untuk memprioritaskan pemulihan hubungan dengan Palestina.
Pembukaan kembali kantor konsulat jenderal Amerika Serikat di Yerusalem mendapatkan pertentangan dari Israel. Menteri Luar Negeri Israel, Yair Lapid, memperingatkan bahwa, pembukaan kembali konsilat jenderal Washington di Yerusalem adalah ide yang buruk.
"Itu akan mengirim pesan yang salah, tidak hanya ke kawasan, tidak hanya ke Palestina, tetapi juga ke negara lain, dan kami tidak ingin ini terjadi," kata Lapid.
Baca juga : Riset: Muslim Amerika Lebih Dermawan dari Non-Muslim