Selasa 09 Nov 2021 05:30 WIB

Israel Retas Ponsel Aktivis HAM Palestina Pakai Pegasus

Aboudi merasa was-was ketika mengetahui ponselnya telah diretas.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Peretas (Ilustrasi)
Foto:

Sementara seorang pejabat pertahanan Israel mengatakan, setiap klaim yang terkait dengan penggunaan perangkat lunak NSO untuk peretasan adalah tidak berdasar.  Kementerian Pertahanan Israel menyetujui ekspor spyware yang diproduksi oleh NSO Group dan perusahaan swasta Israel lainnya.

Sejauh ini tidak diketahui secara pasti kapan atau bagaimana ponsel itu diretas. Peneliti Citizen Lab dan Amnesty International mengatakan, empat dari enam iPhone yang diretas secara eksklusif menggunakan kartu SIM yang dikeluarkan oleh perusahaan telekomunikasi Israel dengan nomor kode area +972.

Hal ini membuat para peneliti mempertanyakan klaim NSO Group bahwa versi Pegasus yang diekspor tidak dapat digunakan untuk meretas nomor telepon Israel.  NSO Group juga mengatakan tidak menargetkan nomor Amerika Serikat (AS).

Ponsel para aktivis yang diretas adalah Ubai Aboudi, seorang ekonom berusia 37 tahun dan warga negara AS. Aboudi menjalankan Bisan Center for Research and Development, yang memiliki anggota tujuh orang di Ramallah. Lembaga tersebut menjadi salah satu dari enam kelompok yang dimasukkan dalam kategori teroris oleh Israel.

Dua warga Palestina lainnya yang diretas adalah peneliti Ghassan Halaika dari kelompok hak asasi Al-Haq dan pengacara Salah Hammouri dari organisasi Addameer. Tiga aktivis lainnya yang identitasnya enggan disebutkan merupakan anggota kelompok Pertahanan untuk Anak Internasional-Palestina, Komite Persatuan Perempuan Palestina, dan Komite Persatuan Kerja Pertanian.

Merasa was-was

Aboudi mengatakan, dia merasa was-was dan tidak aman ketika mengetahui ponselnya telah diretas. Aboudi selalu memegang foto ketiga anaknya. Selama tiga malam pertama setelah mengetahui peretasan tersebut, istrinya tidak bisa tidur.

Aboudi khawatir tentang penyadap yang mengetahui rahasia komunikasinya dengan diplomat asing.  Pemeriksaan para peneliti terhadap ponsel Aboudi menentukan bahwa ponsel itu diretas oleh Pegasus pada Februari.

Pakar hukum di Institut Demokrasi Israel, Tehilla Shwartz Altshuler, mengatakan,  temuan peretasan itu sangat mengganggu. Terutama jika terbukti bahwa badan keamanan Israel telah menggunakan spyware komersial NSO Group untuk peretasan.

“Ini justru memperumit hubungan pemerintah dengan NSO, jika pemerintah memang klien sekaligus regulator dalam hubungan yang dilakukan secara rahasia,” kata Altshuler.

Direktur eksekutif Frontline Defenders, Andrew Anderson, mengatakan, NSO Group tidak dapat dipercaya untuk memastikan spyware mereka tidak digunakan secara ilegal oleh kliennya. Anderson mengatakan, Israel harus menghadapi celaan internasional jika tidak membawa perusahaan itu ke ranah hukum.

 “Jika pemerintah Israel menolak untuk mengambil tindakan maka ini harus memiliki konsekuensi dalam hal regulasi perdagangan dengan Israel,” ujar Anderson.

Al-Maskati, peneliti yang menemukan peretasan, mengatakan, dia pertama kali menerima informasi dari Halaika yang mengatakan bahwa ponselnya dipastikan telah diretas pada Juli 2020.

Kelompok Al-Haq terlibat dalam komunikasi sensitif dengan Pengadilan Kriminal Internasional, yang melibatkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Hammouri menolak untuk berspekulasi tentang siapa yang berada di balik peretasan tersebut.

 “Sebagai pembela hak asasi manusia yang hidup di bawah pendudukan, kami berharap itu adalah pendudukan (Israel),” kata Halaika ketika ditanya siapa yang dia yakini berada di balik peretasan tersebut.

Ponsel dari korban peretasan ketiga bernama, Hammouri diretas pada April, Hammouri memiliki kewarganegaraan ganda yaitu Prancis dan Palestina. Dia kini tinggal di Yerusalem.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement