Beberapa jenis kapal perang angkatan laut Cina masih tetap digerakkan oleh mesin yang dikembangkan atau dibuat oleh pabrikan Jerman, demikian menurut hasil investigasi lembaga penyiar publik Jerman, ARD, dan surat kabar Welt am Sonntag, Sabtu (06/11).
Dua perusahaan itu adalah MTU di Friedrichshafen dan anak perusahaan Volkswagen di cabangnya di Prancis yakni MAN, menurut laporan itu. Kedua perusahaan mengatakan kepada media bahwa mereka selalu mematuhi peraturan terkait kontrol ekspor dan telah melaporkan ke catatan publik bahwa mereka terlibat dengan militer Cina.
Rincian tentang pengiriman mesin MTU ke Cina dapat ditemukan di laman web Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) dan tersedia untuk umum. SIPRI membuat katalog berisi transaksi senjata dan transfer senjata untuk publikasi dan laporan.
'Area abu-abu' teknologi penggunaan ganda
Menurut SIPRI, setidaknya hingga tahun 2020 MTU adalah pemasok reguler mesin untuk kapal perusak rudal Luyang III melalui pabrik produksi belisensi di Cina. Selain itu, MTU dilaporkan memasok mesin yang digunakan di kapal selam milik Cina di kelas Song.
Kantor pusat perusahaan tersebut menginformasikan kepada ARD dan media Welt am Sonntag bahwa mereka telah "dipastikan berhenti" memasok mesin untuk kapal selam tersebut. Perusahaan itu juga mengklaim belum "menandatangani kontrak apa pun dengan Kementerian Pertahanan Cina atau angkatan bersenjata."
Namun, dengan pendirian usaha patungan di Cina pada 2010, perusahaan induk yang dikenal dengan nama Tognum pada saat itu mencatatkan adanya pengiriman "mesin untuk angkatan laut dan pasukan penjaga pantai Cina."
Sementara itu pada tahun 2002, SEMT Pielstick yang merupakan anak perusahaan MAN Prancis, di situs perusahaan mereka pernah menerbitkan berita tentang pengiriman mesin PA6 yang diproduksi untuk generasi kapal perang baru di bawah lisensi Cina. Laporan pengiriman item itu masih dapat ditemukan di halaman arsip situs itu.
SIPRI mencatat bahwa mesin MTU yang dipasang di kapal perang milik Cina sebagai teknologi penggunaan ganda yang tidak memerlukan lisensi ekspor. "Ada area abu-abu di sana," ujar Siemon Wezeman dari SIPRI
Embargo senjata ibarat macan ompong
Pada tahun ini, Angkatan Laut Cina mengoperasikan lebih banyak kapal perusak jenis Luyang III. Kapal di kelas ini dilengkapi dengan rudal jelajah dan rudal dari permukaan air ke udara.
Sebelumnya, menyusul pembantaian mahasiswa dan demonstran pada protes di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, Uni Eropa (UE) memberlakukan embargo senjata tetapi dengan efek mengikat yang terbatas.
Sebastian Rossner, seorang pengacara dan pakar ekspor yang berkantor di kota Köln, Jerman, mengatakan kepada penyiar publik ARD bahwa: "Karena embargo senjata UE terhadap Cina tidak diputuskan secara resmi sesuai perjanjian Eropa, ekspor mesin kapal jenis tertentu masih diizinkan untuk angkatan laut Cina."
"Jika ingin mengubah ini, UE harus mengubah Peraturan Penggunaan Ganda atau secara resmi memberlakukan embargo senjata," tambahnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Cina secara agresif menegaskan klaim teritorial atas pulau-pulau yang disengketakan di Laut Cina Selatan. Langkah ini meningkatkan ketegangan dengan Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa. Bahkan Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas pernah memperingatkan tentang "dinamika persenjataan yang meningkat pesat" di kawasan Indo-Pasifik.
Pada bulan Agustus, kapal perang Jerman yakni Bayern berangkat dari Wilhelmshaven menuju kawasan Indo-Pasifik dalam perjalanan laut yang diperkirakan menempuh waktu enam bulan. Jerman berusaha untuk memperkuat kehadirannya di wilayah ini, dan pemberhentian kapal tersebut di Cina dimaksudkan untuk membantu meredakan ketegangan di antara armada angkatan laut.
ae/pkp