Rabu 10 Nov 2021 20:29 WIB

Berjam-jam demi Roti untuk Bertahan Hidup di Afghanistan

Ketidakstabilan politik membuat kondisi ekonomi di Afghanistan kitan buruk.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
 Wanita dan anak-anak Afghanistan duduk di depan toko roti menunggu sumbangan roti di Kota Tua Kabul, Afghanistan, Kamis, 16 September 2021.
Foto: AP/Bernat Armangue
Wanita dan anak-anak Afghanistan duduk di depan toko roti menunggu sumbangan roti di Kota Tua Kabul, Afghanistan, Kamis, 16 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Warga miskin Afghanistan berbondong-bondong menghampiri toko roti untuk mendapatkan makanan bagi keluarga mereka. Salah satunya adalah Shekiba Sukur yang telah menunggu selama berjam-jam di luar sebuah toko roti di Kabul.

Sukur mengantre dengan puluhan wanita bercadar untuk mendapatkan roti. Mereka menunggu seseorang yang murah hati dan bersedia untuk membelikan atau membagi roti. "Saya menunggu di sini selama tiga jam setiap hari untuk mendapatkan roti," kata Sukur, dilansir Anadolu Agency, Rabu (10/11).

Baca Juga

Ekonomi Afghanistan telah menderita selama 42 tahun terakhir. Krisis ekonomi dimulai dengan invasi oleh Uni Soviet pada  1979, yang memicu perang satu dekade oleh kelompok mujahidin Afghanistan. Kemudian, Afghanistan kembali dilanda perang antara AS dan Taliban selama 20 tahun. AS melakukan invasi ke Afghanistan setelah serangan 9/11.

Ketidakstabilan politik menyebabkan krisis ekonomi yang semakin mendalam di Afghanistan. Banyak warga Afghanistan yang menjual aset dan mengemis roti untuk tetap bertahan hidup.

 

Warga miskin Afghanistan menunggu di depan toko roti selama berjam-jam di tengah cuaca dingin. Mereka berharap pelanggan dapat memberi mereka roti. “Suami saya cacat. Saya mengurus rumah tangga 11 orang. Saya mengantre untuk 11 potong roti, karena keluarga tidak punya apa-apa untuk dimakan di rumah," ujar Sukur.

Sukur mengatakan, keluarganya tinggal di tenda pengungsian. Dia dan keluarganya hanya makan roti pada malam hari. Sementara pada pagi hari mereka hanya meminum secangkir teh. "Kami hanya makan roti di malam hari, dan kami minum teh tanpa roti di pagi hari," ujar Sukur.

Sementara itu, seorang janda Farida Shahzade, juga ikut meminta roti. Shahzade bekerja sebagai juru masak di sebuah sekolah. Tetapi upah yang dia terima tidak cukup untuk membayar sewa dan kebutuhan sekolah anak-anaknya. "Saya tinggal di Kabul. Saya memiliki enam anak, dan tidak memiliki suami. Saya menunggu roti di sini karena saya membutuhkannya," kata Shahzade.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement