Uni Eropa untuk kesekian kali kembali berupaya mengatasi krisis di perbatasannya, yang oleh para pejabat disebut sebagai "serangan hibrida" yang digunakan oleh rezim Belarus untuk mendorong para migran menuju perbatasan eksternal blok itu.
Setelah meningkat secara dramatis aliran migran yang datang dari Belarus pada hari Senin (08/11), Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan bahwa "pihak berwenang Belarus harus memahami bahwa menekan Uni Eropa dengan cara ini melalui instrumentalisasi sinis para migran tidak akan membantu mereka berhasil dalam tujuan mereka."
Respons lambat dan tak tegas dari UE
Sampai saat ini, negara-negara anggota UE telah memilih "pendekatan bertahap", mencoba menekan Presiden Belarus Alexander Lukashenko dan rezim di Minsk tanpa menimbulkan kesengsaraan pada kehidupan warga Belarus. UE sejauh ini sudah menjatuhkan empat putaran sanksi yang menargetkan 166 orang dan 15 entitas yang terkait dengan rezim tersebut.
Tetapi dengan situasi yang terjadi saat ini, para pengamat berpendapat bahwa pendekatan UE terbukti tidak efektif.
"Tanggapan Uni Eropa lambat dan tidak tegas," kata Judy Dempsey, dari lembaga pemikir Carnegie Europe, kepada DW. "Lukashenko, kemungkinan dengan dukungan (Presiden Rusia) Vladimir Putin, telah menggunakan masalah migrasi untuk menghukum Brussel karena menjatuhkan sanksi pada rezimnya. Baik Moskow maupun Minsk tahu bahwa reaksi mendalam Eropa terhadap migrasi adalah salah satu kerentanan terbesarnya."
Namun, UE bersikeras pendekatannya berhasil. "Mengapa kita punya alasan untuk percaya bahwa sanksi itu efektif? Karena rezim Lukashenko mulai berperilaku seperti rezim gangster, karena itu menyakiti mereka dan mereka tidak tahu harus berbuat apa lagi," Juru bicara Komisi Eropa Peter Stano mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa (9/11).
Brussels mengatakan bahwa Belarus berusaha mengacaukan Uni Eropa dengan membawa masuk migran dan mendorong mereka untuk melintasi perbatasannya - terutama Polandia dan Lituania - sebagai pembalasan atas sanksi UE.
UE memberikan sanksi yang lebih luas
Sekarang, tampaknya lebih banyak sanksi akan segera dijatuhkan. Von der Leyen menyerukan kepada negara-negara anggota UE untuk menyetujui perpanjangan sanksi, yang sekarang sedang dibahas berdasarkan prosedur internal blok tersebut.
Cakupan sanksi akan diperluas dengan memasukkan isu perdagangan manusia, menurut seorang diplomat UE yang meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan kepada DW. Langkah itu akan memperkuat kekuatan UE untuk menargetkan mereka yang memfasilitasi rute migrasi yang diklaim Belarus gunakan untuk mengantar orang menuju blok tersebut.
Paket sanksi baru juga dapat mencakup tindakan terhadap maskapai Belarus, Belavia, dan perusahaan yang menyewakan pesawat ke perusahaan tersebut, lanjut diplomat itu.
UE juga mempertimbangkan langkah-langkah baru terhadap maskapai penerbangan yang diyakini "aktif dalam perdagangan manusia" - dengan kata lain, terlibat dalam pengangkutan migran ke Belarus.
Menurut seorang diplomat Polandia, jumlah penerbangan ke Belarus setiap minggu telah meningkat lebih dari 50 kali penerbangan sejak dimulainya krisis perbatasan.
Komisi Eropa secara teratur memantau pola, frekuensi, dan jumlah penumpang penerbangan ke Minsk dari sejumlah negara, antara lain Iran, Suriah, Qatar, India, Afrika Selatan, dan Rusia, demikian konfirmasi juru bicara UE Peter Stano kepada DW.
Berkomunikasi dengan negara asal dan transit
UE juga akan mengirim kepala urusan luar negeri dan migrasi ke negara-negara yang merupakan tempat asal dan transit bagi para migran yang menuju Minsk.
Brussels berharap pertemuan ini akan "memastikan bahwa (negara) bertindak untuk mencegah warga negara mereka sendiri jatuh ke dalam perangkap yang ditetapkan oleh otoritas Belarus," kata seorang pejabat UE.
Uni Eropa akan mendorong pemerintah asing untuk berkoordinasi lebih baik tentang pemulangan dan repatriasi warga mereka, dan untuk mempertimbangkan menangguhkan penerbangan ke Minsk.
Polandia menolak dukungan UE
Selama beberapa minggu terakhir, rasa frustrasi muncul di Brussel atas penolakan Polandia untuk meminta dukungan dalam mengelola krisis perbatasan.
Sementara negara tetangga Lituania telah meminta bantuan dari badan perbatasan Uni Eropa Frontex, badan polisi blok Europol dan Kantor Dukungan Suaka Eropa. Polandia pun dilaporkan belum meminta dukungan Uni Eropa.
"Polandia memiliki pertempuran yang sedang berlangsung dengan Brussels atas situasi aturan hukum, dan Polandia berusaha untuk menunjukkan bahwa mereka dapat mengatasi masalah sendiri. Meminta bantuan UE tidak selalu menjadi hal yang mudah bagi pemerintah Polandia untuk dilakukan," kata Joanna Hosa dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri kepada DW.
Warsawa dan Brussels telah terlibat dalam kebuntuan berlarut-larut atas independensi peradilan dan keutamaan hukum UE. Pada akhir Oktober, Pengadilan Eropa memberlakukan denda sebesar €1 juta (Rp17 miliar) per hari di Polandia untuk mencegah apa yang disebutnya "bahaya serius dan tidak dapat diperbaiki" terhadap tatanan dan nilai-nilai hukum UE.
"Jika situasinya meningkat secepat yang terjadi baru-baru ini, mungkin saja Polandia menyadari bahwa mereka harus meminta bantuan," kata Hosa. "Uni Eropa harus meyakinkan Polandia bahwa ini tidak akan dikaitkan dengan permasalahan aturan hukum. Jika Polandia ingin bekerja sama dengan UE dalam hal ini, kedua masalah ini harus dipisahkan sebanyak mungkin."
Seorang pejabat Polandia lainnya mengatakan kepada DW bahwa Warsawa bekerja sama dengan Frontex dan terus memberi tahu UE dan Frontex tentang perkembangan situasi tersebut. Namun, pejabat itu menekankan, pengelolaan perbatasan berada dalam kewenangan hukum pemerintah nasional dan bukan merupakan kompetensi UE.
Kekhawatiran akan terjadinya krisis kemanusiaan
Dengan beberapa laporan kematian yang sudah tercatat di perbatasan, ada kekhawatiran serius akan krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung.
Pihak berwenang Polandia melarang kelompok masyarakat sipil dan pers memasuki zona perbatasan Polandia dengan Belarus, dan upaya Brussels mengirim delegasi untuk memeriksa kondisi di lapangan sejauh ini telah ditolak oleh Warsawa.
"Situasi di perbatasan telah berubah dari buruk menjadi lebih buruk," Eve Geddie, Direktur Amnesty Uni Eropa, mengatakan kepada DW. "Orang-orang mencari suaka di saat krisis dan aturan suaka yang kita miliki dirancang dengan tepat untuk menghadapi saat-saat krisis. Ini bukan alasan untuk menurunkan standar perlindungan," katanya.
(Ed: rap/ha)