Kamis 11 Nov 2021 15:40 WIB

Cegah Perubahan Iklim Butuh Bantuan Negara-Negara Kaya

Negara berkembang membutuhkan bantuan pembiayaan untuk mencegah krisis iklim.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Dwi Murdaningsih
Aktivis Greenpeace Indonesia melakukan aksi di kawasan Monumen Nasional, Jakarta, Rabu (10/11/2021). Aksi mengantarkan 1.000 kartu pos dari masyarakat seluruh Indonesia kepada Presiden Joko Widodo yang disertai patung es seorang anak tersebut untuk mengingatkan adanya ancaman besar perubahan iklim.
Foto:

Saat ini, negara-negara kaya menyediakan sekitar 80 miliar dolar AS per tahun. Menurut negara-negara miskin dana tersebut tidak cukup untuk mengembangkan sistem energi bersih dan untuk beradaptasi dengan guncangan iklim yang memburuk. India sendiri, dalam dokumen Kementerian Keuangan 2019, mengatakan membutuhkan 2,5 triliun dolar AS.

Yadav mengatakan membantu negara berkembang mengatasi perubahan iklim adalah panggilan hati nurani yang harus ada di hati setiap orang. "Namun terutama pada mereka yang memiliki tanggung jawab historis yang lebih besar daripada yang lain," ujarnya.

 

Dia  mengatakan India adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang berada di jalur yang tepat untuk memenuhi target iklimnya sebelum 2030. Namun, analis emisi mengatakan negara itu harus memiliki target yang lebih ambisius untuk membantu menempatkan dunia di jalur untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius, tujuan dari negosiasi iklim PBB.

 
Draf kesepakatan iklim COP26 beri penekanan aksi yang lebih kuat
Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) telah mengeluarkan draf kesepakatan iklim dari Conference of Parties 26 (COP26). Draf itu memberi penekanan agar negara para pihak dan pemangku kepentingan melakukan aksi lebih kuat mengatasi perubahan iklim.
 
Salah satu poin imbauan agar negara para pihak mempercepat penghapusan bertahap batu bara dan subsidi bahan bakar fosil. Manager Kampanye Keadilan Iklim WALHI Yuyun Harmono mengatakan imbauan tersebut patut diapresiasi meski tidak tercantum tenggat waktu pelaksanaannya.
 
"Soal batu bara dan penghapusan subsidi bahan bakar fosil ini juga belum tentu bertahan di dokumen final. Tentu ini adalah perkembangan yang diapresiasi bahwa phase outbatu bara secara resmi masuk dalam teks negosiasi," kata Yuyun.
 
Sebelumnya, komitmen negara para pihak untuk meninggalkan penggunaan energi kotor yang berasal dari batu bara hanya bersifat sukarela di luar negosiasi. Maka, menurut dia, jika poin mempercepat penghapusan bertahap batu bara dan subsidi bahan bakar fosil disebutkan dalam kesepakatan iklim itu, Indonesia yang sudah meratifikasi Paris Agreement juga harus mengikutnya. Persoalannya tidak disebutkan secara pasti kapan harus benar-benar sudah meninggalkan batu bara dan menghentikan subsidi bahan bakar fosil.
 
UNFCCC mengeluarkan draf kesepakatan iklim pada hari Rabu (10/11), 2 hari menjelang berakhirnya COP26. Konsep kesepakatan itu berisi 71 poin yang terbagi dalam delapan pokok permasalahan, yakni sains, adaptasi, pendanaan adaptasi, mitigasi, keuangan-transfer teknologi dan pengembangan kapasitas untuk mitigasi dan adaptasi, kerugian dan kerusakan, penerapan, dan kolaborasi.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement