REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping menyampaikan visi yang bertentangan dalam pertemuan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC). Biden menekankan komitmen AS pada 'Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka'.
Menurut Washington, praktik 'pemaksaan' ekonomi China terus meningkat. Sementara Xi memperingatkan kemungkinan kembalinya ketegangan masa Perang Dingin.
"(Dunia) harus bertahan pada dialog dibandingkan konfrontasi, inklusivitas dibanding pengucilan, dan integrasi dibanding pemisahan," kata Xi dalam pidatonya dalam pertemuan APEC di Selandia Baru, Jumat (12/11).
Biden menjadikan isu perubahan iklim sebagai prioritasnya dan pada pekan ini China-AS meluncurkan kesepakatan untuk memotong emisi metana, menghentikan konsumsi batu bara, dan melindungi hutan. Kesepakatan dua penghasil karbon terbesar di dunia itu diumumkan di Konferensi Perubahan Iklim PBB di Glasgow, Skotlandia.
Namun dua negara adidaya itu semakin berbenturan mengenai Taiwan. Beijing mengklaim pulau-pulau yang dikelola demokratis itu bagian dari wilayahnya. Sementara Washington memberikan sarana pada Taiwan untuk mempertahankan diri dari serangan China.
Pekan ini Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken membuat berang China ketika ia mengatakan Washington dan sekutu-sekutunya akan mengambil 'tindakan' apabila China menggunakan kekuatan untuk mengubah status quo Taiwan. Blinken tidak mengungkapkan langkah apa yang akan dilakukan.
Pernyataan ini memperkeruh kebijakan 'ambiguitas strategis' yang sudah lama AS terapkan, yakni sikap abu-abu apakah AS akan menggunakan militer untuk membela Taiwan. Diplomat tinggi AS untuk Asia di masa pemerintahan Barack Obama, Daniel Russel, mengatakan baik Biden maupun Xi khawatir risiko insiden militer meningkat.
"Biden tahu alat untuk mencegah dan penanggulangan krisis sudah berkarat, sehingga kami harus berharap ia mendorong untuk menempatkan perlindungan atau 'pagar pelindung' untuk mengurangi risiko," katanya.
Russel mengatakan sambungan telepon antara Biden dan Xi pada 9 September dimulai dengan daftar keluhan presiden China itu. Akan tetapi berakhir dengan kesepakatan konstruktif bagi dua pemerintahan untuk melanjutkan pembicaraan.
"Ini mengindikasi hubungan personal yang Biden bangun dengan Xi satu dekade lalu masih kuat dan setiap percakapan dapat menambah stabilitas," tambah Russel.