REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemantauan Lingkungan SAFAR mencatat, indeks kualitas udara kota New Delhi pada Ahad (14/11) jatuh ke dalam kategori sangat buruk. Berbicara soal kualitas udara buruk di India, New Delhi memang kerap menempati urutan teratas setiap tahunnya.
Krisis polusi semakin kompleks terutama di musim dingin ketika pembakaran limbah tanaman di sekitar lahan pertanian. Kepulan asap tebal beracun itu kemudian membuat polusi udara di India semakin memburuk.
Asap beracun itu menyebar ke New Delhi, menyebabkan lonjakan polusi di kota berpenduduk lebih dari 20 juta orang dan memperburuk krisis kesehatan masyarakat di sana. Pada Sabtu, pemerintah New Delhi menetapkan beberapa tindakan darurat seperti menutup sekolah selama sepekan, menyetop semua pengerjaan konstruksi, memberlakukan WFH total bagi pegawai pemerintahan, dan membatasi jumlah kendaraan.
Pemimpin tertinggi ibu kota terpilih, Arvind Kejriwal, telah membuka kemungkinan untuk memberlakukan lockdown skala penuh. Namun, hal itu masih perlu dikonsultasikan dengan pemerintah federal.
Masalah polusi India tidak terbatas pada ibu kota. Emisi dari industri tanpa teknologi pengendalian polusi dan batu bara, telah dikaitkan dengan kualitas udara yang buruk di daerah perkotaan lainnya.
Dilansir dari AP, Ahad (14/11), kebutuhan energi India diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dalam beberapa dekade mendatang, dibanding negara mana pun. Sebagian dari permintaan itu dipenuhi oleh pembangkit listrik tenaga batu bara, bahan bakar termurah yang menjadi sumber utama emisi karbon yang mencemari udara.
Itu sebabnya di KTT Iklim Global di Glasgow, Skotlandia, India menyerukan penurunan bertahap bukan penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara. Menteri Lingkungan Hidup India, Bhupender Yadav, menentang ketentuan penghentian batu bara secara bertahap dengan mengatakan bahwa negara-negara berkembang berhak berhak atas penggunaan bahan bakar fosil yang bertanggung jawab.
Banyak ahli mengkritik langkah ini. Mereka khawatir itu telah melemahkan kesepakatan akhir dan juga dapat menghambat perjuangan India melawan perubahan iklim dan memburuknya kualitas udara.
“Sama sekali tidak diinginkan. Penghapusan batubara secara teknis tidak mungkin dilakukan saat ini. Tidak ada skenario yang dapat memproyeksikan India akan memiliki ketergantungan nol pada batu bara pada tahun 2050,” kata Samrat Sengupta, direktur program untuk perubahan iklim dan energi di wadah pemikir Center for Science and Environment.
Cadangan batu bara India memiliki kandungan abu yang tinggi yang membakar secara tidak efisien dan mengakibatkan peningkatan polusi udara. Tetapi jutaan orang India bergantung pada batu bara untuk mencari nafkah.