Selasa 16 Nov 2021 11:51 WIB

Bertemu Perdana Virtual, Biden dan Xi Jinping Bahas Masalah Keamanan-HAM

Dalam pertemuan secara virtual, dua pemimpin ini membahas sejumlah isu.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Jonathan Ernst/REUTERS
Jonathan Ernst/REUTERS

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan kepada Presiden Cina Xi Jinping bahwa dia berharap untuk melakukan percakapan yang jujur ​​tentang hak asasi manusia dan masalah keamanan. Hai ini disampaikan ketika keduanya bertemu secara virtual pada Senin (15/11) malam waktu AS atau Selasa (16/11) pagi waktu Indonesia. Tujuan pertemuan ini dimaksudkan untuk menurunkan ketegangan antara dua negara adidaya global ini.

"Mungkin saya harus memulai lebih formal, meskipun Anda dan saya tidak pernah seformal itu satu sama lain," kata Biden kepada Xi dalam pembicaraan paling ekstensif sejak Biden menjabat presiden pada awal tahun ini.

Kedua pemimpin ini pernah melakukan perjalanan bersama ketika keduanya masih menjabat sebagai wakil presiden dan saling mengenal dengan baik.

"Saya sangat senang bertemu teman lama saya,” kata Xi kepada Biden.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Cina atas pertemuan ini, Xi menekankan bahwa hubungan Cina-AS yang "sehat dan stabil" diperlukan untuk "memajukan perkembangan kedua negara dan untuk menjaga lingkungan internasional yang damai dan stabil".

"Cina dan AS harus saling menghormati, hidup berdampingan dalam damai, dan mengupayakan kerja sama yang saling menguntungkan," kata Xi.

Menangani isu HAM dan kawasan Indo-Pasifik

Biden mengatakan bahwa kedua pemimpin harus memastikan hubungan mereka tidak mengarah ke konflik terbuka. Dia pun berjanji untuk menangani bidang-bidang yang menjadi perhatian Washington, termasuk hak asasi manusia dan isu-isu lain di kawasan Indo-Pasifik.

Setelah sambutan pembukaan, Biden dan Xi memulai pembicaraan pribadi tentang berbagai masalah pelik yang telah meningkatkan ketegangan antara kedua belah pihak.

AS dan Cina, ekonomi terbesar di dunia, kerap berseberangan terhadap sejumlah masalah, termasuk penanganan pandemi COVID-19, perdagangan, teknologi dan persyaratan kompetisi, sikap Beijing di Laut Cina Selatan dan terhadap Taiwan, serta pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong dan Xinjiang.

Taiwan jadi agenda utama

Sebelumnya para pejabat Cina mengatakan Taiwan akan menjadi isu utama dalam pembicaraan tersebut.

Beijing memandang Taiwan sebagai sebagai provinsi Cina yang memisahkan diri dari Cina daratan. Beijing pun berupaya untuk mengendalikan Taiwan dengan segala cara, bahkan dengan kekerasan jika perlu.

Cina telah mengirim semakin banyak jet tempurnya di Selat Taiwan, berkontribusi pada ketegangan yang semakin meningkat dan dikhawatirkan memicu konflik militer yang tidak diinginkan.

"Masalah Taiwan menyangkut kedaulatan dan integritas teritorial Cina, serta kepentingan utama Cina," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian, Senin (15/11). "Ini adalah masalah paling penting dan sensitif dalam hubungan Cina-AS."

Dalam menghadapi apa yang digambarkan Washington sebagai agresi Cina, AS telah berulang kali mengisyaratkan dukungannya untuk Taiwan. Tetapi Washington berhati-hati untuk tidak menunjukkan bahwa mereka mengakui Taiwan, meskipun tindakan Kongres yang disahkan pada 1979 mengharuskan AS untuk menyediakan senjata ke Taiwan untuk pertahanan diri.

Gedung Putih mengatakan Biden akan mematuhi kebijakan lama AS "Satu Cina", yang mengakui Beijing tetapi memungkinkan hubungan informal dan hubungan pertahanan dengan Taipei.

rap/pkp (Reuters, AP, AFP)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement