REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemimpin redaksi situs Islam21c, Salman Butt, mengatakan, melabeli sesuatu sebagai ekstremis adalah filosofi kebodohan dan kesukuan. Pada 2015, Butt dituduh oleh pemerintah Inggris sebagai penceramah ekstremis, dan menghadapi perjuangan hukum selama enam tahun terakhir. Inggris telah meminta maaf dan mengaku salah atas tuduhan itu.
"Masalah dengan kata ekstremisme adalah tidak memiliki objektivitas. Dan itu hanya istilah yang tidak berarti sekarang, dan inilah yang telah kami pelajari selama enam tahun terakhir," kata Butt, dilansir Anadolu Agency, Sabtu (20/11).
Butt mengingat kembali ketika pertama kali melihat namanya bersama dengan beberapa orang lainnya yang dicap sebagai ekstremis. Ia mengatakan bahwa, saat itu mengira fotonya telah disalahgunakan.
"Saya baru menyadari bahwa mereka menggunakan gambar saya di sana terlebih dahulu; saya pikir mungkin itu orang lain dengan nama yang sama. Dan itu hanya menggunakan gambar saya. Tapi kemudian, ketika saya membaca lebih lanjut, itu sebenarnya mengacu pada saya, dan itu mengejutkan," kata Butt.
Setelah itu, Butt mengajukan dua gugatan hukum, yakni kasus pencemaran nama baik, tuduhan palsu, dan gugatan hukum publik. Dia mengajukan tuntutan hukum publik bertujuan untuk menunjukkan mengapa pemerintah menyebut orang-orang sebagai ekstremis, dan apa definisi mereka. Termasuk menunjukkan bahwa pemerintah memantau individu, dan membuat penentuan tentang siapa dan di mana mereka dapat berbicara.
Butt mengatakan, semakin banyak orang menyadari bahwa kata ekstremisme sebenarnya tidak berarti apa-apa. Namun ia menilai bahwa penyematan istilah itu sangat subjektif.
"Ini adalah bagian dari alasan mengapa pemerintah mencoba mempertahankannya, dan kemudian mereka menyerah begitu saja dan harus meminta maaf, karena tidak memiliki definisi operasional yang kuat," kata Butt.