REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat geopolitik internasional Teuku Rezasyah mengatakan, Indonesia harus memiliki kebijakan luar negeri yang konsisten dan melibatkan seluruh kekuatan di dalam negeri, baik pemerintah pusat dan daerah. Ia mengatakan situasi geopolitik internasional di masa yang akan datang memiliki beberapa skenario.
Skenario itu seperti melemahnya Amerika Serikat (AS) dan semakin kuat pengaruh China. Hal ini menurut Teuku, akan memicu krisis di berbagai belahan bumi. Seperti krisis di Laut China Selatan (LCS), di Indo-Pasifik, krisis di Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan Trans-Pacific Partnership (TPP).
"Karena masing-masing pihak ingin merecoki, di mana ada Amerika Serikat maka China akan merecoki begitu juga sebaliknya, bisa APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation), AS sempat mundur dari kegiatan, kemudian (Presiden AS Joe) Biden ingin masuk lagi. Otomatis akan terjadi keributan baru karena China merasa kenyamanan baru setelah tidak ada AS," kata pengajar hubungan internasional Universitas Padjadjaran ini, Senin (22/11).
Selain itu mungkin akan terjadi krisis di TPP sebab AS ingin menjadi perjanjian dagang regional itu khusus wilayahnya. China mungkin bergerak juga menyasar negara-negara yang bisa mereka pengaruhi.
Di masa mendatang, menurut Teuku, juga akan ada tantangan berat di ASEAN. Ia mengatakan akan sulit bagi blok itu untuk mencapai keputusan bersama. Ia menegaskan Indonesia harus menyikapi tantangan-tantangan tersebut.
"Dan untuk itu ke depannya Indonesia harus tegas. Dalam membuat kebijakan dan juga tegas pada mitra-mitranya, misalnya mengamankan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Selama ini sikap Indonesia tidak jelas, sementara lawan bisa masuk-mundur perairan," kata Teuku.
"Kemudian juga dalam hal sengketa di Laut China Selatan. China mulai galak, kemudian juga ada negara-negara yang masuk ke situ. Kemarin Australia sudah masuk, kemudian Inggris masuk (melalui AUKUS), nanti melalui alibi," tambahnya.
Karena itu, Indonesia harus membuktikan menjadi negara non-blok yang tegas. Salah satu caranya membeli alat utama sistem senjata (alutsista) Tentara Nasional Indonesia yang sesuai kebutuhannya. Tidak perlu diarahkan dan dilarang negara mana pun.
Pada 2022, kata Teuku, Indonesia juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola G20 dengan profesional. Tidak terkesan memihak pada salah satu negara, program-program pembangunan serbaguna, dan dapat dimanfaatkan berbagai negara yang sedang berkembang di seluruh dunia.
"Karena itu Indonesia harus tetap membuktikan ke luar negeri, Indonesia tidak membuat kesalahan di dalam negeri. Mengupayakan misalnya seperti tujuan di G20 yang lalu memperbaiki lingkungan hidup dan percepatan pemulihan ekonomi dampak pandemi Covid-19. Indonesia harus buktikan sanggup melakukannya di dalam negeri," kata Teuku.
Karena itu, pemerintah harus memiliki tim Presidensi di G20 yang solid. Lima menteri yang bertanggung jawab akan melaksanakan tugas di luar panggilan tugas mereka. "Sebab di dalam negeri harus optimal, di luar negeri juga harus terlihat optimal," katanya.