REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia tidak mengendurkan sikapnya atas junta Myanmar. Indonesia tetap meminta agar Myanmar menaati konsensus yang telah disepakati sebelumnya di Jakarta.
"Kalau gak mau terus ya akan begini terus," tegas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada Republika.co.id, Selasa (23/11).
Ada lima komitmen yang disepakati antara ASEAN dan junta Myanmar. Pertama, kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya. Kedua, dialog konstruktif antara semua pihak terkait mencari solusi damai.
Ketiga, utusan khusus Ketua ASEAN memediasi proses dialog dengan bantuan Sekretaris Jenderal ASEAN. Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre. Terakhir utusan khusus dan delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu semua pihak terkait.
Dalam kenyataan di lapangan, aksi kekerasan masih terus berlanjut. Myanmar menggelar operasi militer di negara bagian Chin. Aksi pemenjaraan terhadap gerakan perlawanan juga masih berlangsung. Sementara upaya utusan ASEAN untuk bertemu dengan pemimpin sipil terguling, Aung San Suu-kyi tak membuahkan hasil.
"Sudah ada lima poin itu saja yang perlu dilakukan Myanmar, dengan berpegang pada itu saja," ujar Faizasyah.
Menurut Faizasyah, ASEAN belum mengubah sikapnya dan hanya mengundang utusan nonpolitik Myanmar. Semua pihak, jelasnya, ingin melibat perubahan ke arah lebih baik di Myanmar. ASEAN, bahkan China dan AS ingin melihat stabilitas dan perdamaian di negara tersebut.
"Proses pembatalan pemilu tidak sejalan prinsip demokrasi yang dijunjung di sana, tidak sesuai juga dengan Piagam ASEAN," kata Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik itu menambahkan.
Terkait intervensi China agar ASEAN sedikit melunak terhadap Myanmar dengan mengundang Jenderal Min Aung Hlaing, Teuku Faizasyah tidak dapat mengomentari. Namun pastinya China juga mendorong agar konflik di negara tersebut selesai.
Seperti diketahui KTT ASEAN-China kembali digelar pada Senin (22/11). Pertemuan itu tanpa utusan junta Myanmar yang memang tidak diundang. Menurut laporan Reuters, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei menolak tawaran China untuk melibatkan pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing pada pertemuan KTT China-ASEAN pada Senin (22/11). Seorang diplomat Indonesia mengatakan, hanya tokoh nonpolitik Myanmar yang bisa hadir dalam KTT ASEAN.
China sendri tampaknya menerima keputusan tersebut. Dalam pidatonya Presiden China Xi Jinping bahkan mengatakan bahwa ASEAN adalah teman baik China. "China merupakan dan akan selalu menjadi tetangga, teman dan mitra yang baik bagi ASEAN," kata Xi seperti dikutip media pemerintah Cina, Senin (22/11).
Xi Jinping juga menegaskan Beijing tidak 'merundung' negara-negara tetangganya yang lebih kecil. Ia berjanji akan bekerja sama dengan ASEAN untuk menghilangkan 'intervensi'.
Pengamat geopolifik Asia Tenggara, Johs Kurlantzik menggambarkan bahwa perebutan kekuasan di Myanmar adalah sebuah 'bencana' bagi kebanyakan pihak berkepentingan di Beijing. China tidak suka dengan situasi di Myanmar saat ini.
"Saya pikir China tidak senang dengan situasi di Myanmar, dan ingin bekerja sama dengan ASEAN untuk memulihkan situasi di Myanmar menjadi lebih dekat, seperti sebelum kudeta yang menguntungkan China," ujarnya seperti dikutip Aljazirah.