REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Israel tidak akan terikat dengan kesepakatan nuklir baru antara Iran dan negara kekuatan dunia, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan Selasa.
“Kesalahan yang kami buat setelah kesepakatan nuklir pertama pada 2015 tidak akan terulang kembali,” kata Bennett di Universitas Reichman di Herzliya.
“Sejak kesepakatan itu ditandatangani, itu seperti obat tidur bagi kami,” ujar dia, seraya menambahkan bahwa bahkan jika kesepakatan itu akan dihidupkan kembali, Israel tidak akan terlibat di dalamnya.
Perdana Menteri Israel berjanji bahwa Tel Aviv akan mempertahankan kebebasan bertindak, menekankan bahwa Israel harus memanfaatkan keuntungannya, termasuk ekonominya, kekuatan dunia maya, demokrasi, dan legitimasi internasional terhadap kelemahan Iran.
Jika dunia menutup mata terhadap negosiasi mengenai program nuklir Iran, Israel tidak berniat melakukannya, kata Bennett.
"Kita menghadapi masa-masa yang rumit. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi perselisihan dengan sahabat-sahabat terbaik kita," sebut dia, sambil menambahkan bahwa ini bukan yang pertama kali.
Kesepakatan nuklir ditandatangani pada 2015 oleh Iran, Amerika Serikat (AS), China, Rusia, Prancis, Inggris, Jerman, dan Uni Eropa. Berdasarkan perjanjian tersebut, Teheran berkomitmen untuk membatasi aktivitas nuklirnya untuk tujuan sipil dan sebagai imbalannya, kekuatan dunia setuju untuk mengangkat sanksi ekonomi terhadap Iran.
Akan tetapi AS, di bawah mantan presiden Donald Trump, secara sepihak menarik diri dari perjanjian itu pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran, mendorong Teheran untuk berhenti mematuhi kesepakatan itu.