Meningkatnya kelaparan dan terhentinya pengiriman bantuan menciptakan "krisis yang teburai dengan cepat" di Afganistan, UNICEF memperingatkan pada hari Selasa (23/11).
"Sekitar setengah dari populasi negara - 23 juta orang - membutuhkan bantuan, jadi skalanya luar biasa dan ini adalah krisis yang cepat terburai untuk semua," ujar Samantha Mort, kepala komunikasi untuk UNICEF Afganistan, kepada DW dalam sebuah wawancara.
Badan-badan atau organisasi bantuan, termasuk UNICEF, berpacu dengan waktu untuk mengirimkan bantuan sebelum awal musim dingin.
"UNICEF membawa bantuan melalui penerbangan sewaan dan melalui perbatasan Pakistan sehingga kami mendapatkan bantuan, tetapi setiap hari semakin dingin," katanya.
"Salju sudah ada di pegunungan, daerah pedesaan terputus dan ini benar-benar berpacu dengan waktu untuk menempatkan persediaan tersebut sebelum tidak dapat diakses," tegas Mort.
'Bencana kemanusiaan'
Pekan lalu, perwakilan khusus PBB untuk Afganistan memperingatkan bahwa Afganistan tengah "di ambang bencana kemanusiaan," dengan 22% dari negara berpenduduk 38 juta itu terancam kelaparan dan 36% lainnya menghadapi kerawanan pangan akut dan kelaparan setiap hari karena orang-orang tidak mampu membeli makanan.
"Kami memiliki tingkat kemiskinan yang berada di luar grafik dan itu berarti bahwa keluarga-keluarga dipaksa untuk membuat keputusan nekat," kata Mort.
Ia menambahkan bahwa orang tua harus mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah dan menyuruh mereka bekerja.
"Keluarga dipaksa untuk menukarkan anak dengan mas kawin dalam pernikahan dini. Kami melihat tingkat perekrutan anak yang lebih tinggi oleh kelompok bersenjata, sehingga anak-anak sangat rentan,” sambungnyanya.
Peter Maurer, presiden Komite Internasional Palang Merah, mengatakan pada pekan lalu bahwa kelompok bantuan tengah berjuang untuk membayar dokter, perawat dan, pekerja kemanusiaan lain di lapangan karena saat ini tidak ada cara untuk mentransfer gaji mereka ke rekening bank di Afganistan.
Ekonomi Afganistan diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 40% sejak Taliban mengambil alih kendali pada bulan Agustus lalu. PBB telah memperingatkan bahwa runtuhnya ekonomi negara itu juga meningkatkan risiko ekstremisme.
'Permintan bantuan kemanusiaan terbesar dalam sejarah'
Richard Trenchard, perwakilan untuk Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) di Afganistan, telah memperingatkan bahwa situasi di negara itu sangat memprihatinkan.
"Apa yang benar-benar mengkhawatirkan kami adalah bahwa sepertinya itu akan menjadi lebih buruk," katanya kepada DW, menambahkan bahwa kelaparan akut telah menyebar dari daerah pedesaan ke sembilan dari sepuluh kota terbesar di Afganistan.
"Tahun depan saya pikir komunitas kemanusiaan di sini akan meminta lebih dari US$ 4 miliar (Rp56 triliun), itu akan menjadi permintaan bantuan kemanusiaan terbesar, saya pikir, dalam sejarah negara mana pun," katanya.
(Ed: rap/pkp)