REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina mengatakan, tidak akan menyingkirkan kapal angkatan laut mereka yang rusak dari perairan Laut China Selatan (LCS). Pernyataan Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana ini menegaskan sikap Filipina yang menolak permintaan China setelah Beijing memblokir misi kapal pemasok awak Manila.
Lorenzana membantah pernyataan China yang menyatakan Filipina akan menyingkirkan Kapal Sierra Madre. Kapal yang sengaja dilabuhkan di beting Thomas Kedua pada tahun 1999 untuk memperkuat klaim kedaulatan Manila di kepulauan Spratly.
Sierra Mandre merupakan kapal pendarat tank sepanjang 100 meter. Kapal tersebut dibangun untuk Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) selama Perang Dunia II. "Kapal itu sudah di sana sejak 1999, bila ada komitmen untuk menyingkirkannya maka sudah dilakukan sejak lama," kata Lorenzana pada wartawan, Kamis (25/11).
Pada Rabu (24/11) kemarin Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhou Lijian mengatakan Beijing 'meminta pihak Filipina menghormati komitmennya dan menyingkirkan kapal yang dilabuhkan dengan ilegal'. Beting Thomas Kedua berada sekitar 195 kilometer dari pinggir pantai Palawan. Pangkalan menetara kontingen kecil militer di atas kapal berkarat yang tertambat di karang.
Lorenzana menuduh China 'menerobos' masuk ketika penjaga pantai negeri Tiongkok mengganggu misi kapal Filipina untuk memberi pasokan pada pasukannya. China mengklaim sebagian besar LCS sebagai miliknya.
Beijing mengklaim LSS berdasarkan 'sembilan titik putus-putus' di atas peta. Pada tahun 2016 pengadilan internasional memutuskan alasan China tidak memiliki dasar hukum.
Beting Thomas Kedua berada 200 mil laut di dalam zona ekonomi eksklusif Filipina. Sebagaimana yang diuraikan dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang juga ditandatangani oleh China. "Kami memiliki dua dokumen yang membuktikan kami memiliki kedaulatan di ZEE kami sementara mereka tidak, dan klaim mereka tidak mendasar," kata Lorenzana.
"China harus mematuhi kewajiban internasional yang menjadi bagiannya," tambahnya.
Dalam pertemuan yang dipimpin Presiden China Xi Jinping Senin (22/11) lalu Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengaku 'benci' dengan tindakan China baru-baru ini di beting itu.