REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Afrika Selatan mengatakan langkah Inggris menutup penerbangan dengan enam negara bagian selatan Afrika terlalu terburu-buru lantaran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum memberi saran untuk mengambil tindakan tertentu. Inggris mengambil langkah tersebut setelah para ilmuwan mendeteksi varian baru Covid-19.
Sejauh ini para ilmuwan hanya menemukan varian baru Covid-19 B.1.1.529 dalam jumlah kecil di Afrika Selatan, Botswana dan Hong Kong. Tapi mereka khawatir dengan tingginya angka mutasi yang mungkin dapat menginvasi sistem respons imun tubuh dan lebih menular.
Inggris mengatakan varian terbaru ini yang paling signifikan yang pernah ditemukan. London melarang penerbangan dari Afrika Selatan, Botswana, Lesotho, Eswatini, Zimbabwe dan Namibia.
Varian baru tersebut membuat investor berhati-hati. Mata uang Afrika Selatan, rand melemah 1 persen terhadap dolar AS pada Jumat ini. Saham-saham sektor hospitalitas seperti Tsogo Sun Hotels dan City Lodge Hotels merosot tajam di Bursa Saham Johannesburg, masing-masing turun 9 dan 20 persen. Afrika Selatan merupakan destinasi utama pelancong-pelancong Inggris.
"Keprihatinan langsung kami adalah keputusan ini akan merusak industri pariwisata dan bisnis kedua negara," kata Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor dalam pernyataannya, Jumat (26/11).
Asosiasi Pariwisata Afrika Selatan, SATSA mengatakan, pembatasan perjalanan yang diberlakukan Inggris memukul keras negara-negara seperti Afrika Selatan yang memiliki kemampuan genome sequencing atau pengurutan genom yang canggih.
Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan mengatakan mereka akan berbicara dengan pihak berwenang Inggris agar London bersedia mempertimbangkan kembali keputusannya.