Sebuah varian baru virus corona telah ditemukan di Afrika Selatan. Badan Kesehatan Dunia, atau WHO, sudah memberi nama varian ini: Omicron.
Pihak otoritas kesehatan Afrika Selatan adalah yang pertama kali memberikan peringatan, setelah varian baru B.1.1.529 terkonfirmasi dalam sample di lebih dari 20 kasus COVID.
Profesor Edward Holmes, yang mempelajari munculnya penyakit menular, mengkhawatirkan jenis baru ini karena berbeda dengan varian lain yang sudah ada.
"Ini jelas jadi perhatian serius," katanya.
"Bermutasi [di bagian] spike protein yang mungkin membuatnya mampu menghindari respons imun," ujar Profesor Edward.
Tulio de Oliveira, seorang ahli bioinformatika di Pusat Respons dan Inovasi Epidemi Afrika Selatan, mengatakan varian baru Omicron memiliki "konstelasi mutasi yang sangat tidak biasa".
Dia menjelaskan para ilmuwan telah menemukan lebih dari 30 perubahan hanya pada bagian 'spike' protein, 10 di antaranya dapat mengubah bagian virus yang mengikat sel manusia.
Varian Beta memiliki tiga mutasi pada bagian ini, sementara di varian Delta hanya dua mutasi, katanya.
Sudah menyebar ke mana saja?
Hingga Jumat kemarin, varian baru telah ditemukan di tiga negara: Botswana, Afrika Selatan, dan Hong Kong.
Tapi kasus varian Omicron juga sudah dikonfirmasi di bagian lain dunia, termasuk Belgia dan Israel.
Varian ini pertama kali ditemukan di Botswana awal bulan November.
Di Afrika Selatan, sebagian besar kasus yang dikonfirmasi ditemukan di provinsi Gauteng, yang mencakup kota Johannesburg dan Pretoria.
Namun, ada indikasi penyebarannya sudah lebih luas.
Inggris mengumumkan pelarangan sementara penerbangan dari enam negara Afrika, yaitu Afrika Selatan, Namibia, Botswana, Zimbabwe, Lesotho dan Eswatini.
Dikatakan warga asal Inggris yang kembali dari negara-negara tersebut harus menjalani karantina.
Sementara itu Australia kemungkinan besar akan kembali memperketat aturan COVID-19 untuk melindungi warganya dari varian Omnicron, salah satunya adalah pemberlakuan karantina. Sebelumnya, mereka yang berstatus warga negara dan penduduk tetap (PR) dan sudah divaksinasi penuh bisa masuk ke Australia tanpa karantina.
Seberapa serius varian ini?
Para ilmuwan mengatakan penelitian di laboratorium masih diperlukan untuk memastikan apakah mutasi tersebut akan mengurangi tingkat efektivitas vaksin yang sudah tersedia saat ini.
WHO mengatakan bukti yang ada saat ini menunjukkan adanya peningkatan risiko penularan kembali dengan varian lain, dibandingkan varian lainnya.
"Jumlah kasus varian ini tampaknya meningkat di hampir semua provinsi di Afrika Selatan," demikian pernyataan WHO.
WHO mengatakan masih banyak penelitian yang sedang dilakukan untuk mencari tahu soal varian baru dan caa menanganinya.
"Saat ini, para peneliti sedang berkumpul untuk memahami di mana mutasi ini dan apa artinya itu bagi diagnostik kami, terapi kami, dan vaksin kami," kata Maria Van Kerkhove dari WHO.
"Ini akan memakan waktu beberapa minggu bagi kami untuk memahami apa dampak varian ini. Ada banyak pekerjaan yang sedang kami lakukan."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News