REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pakar penyakit pernapasan di China, Prof Zhong Nanshan, meyakini vaksin Covid-19 yang ada saat ini masih mampu mengatasi varian omicron. Varian baru itu telah ditetapkan sebagai "variant of concern" oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Vaksinasi tentu saja masih menjadi cara yang efektif untuk varian virus itu," kata Zhong, seperti dikutip media China, Sabtu.
Meskipun tidak banyak mendapatkan informasi, Zhong mengingatkan masyarakat global untuk mewaspadai risiko varian omicron. Varian baru itu menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pencegahan dan pengendalian pandemi karena penularannya juga masif, seperti disampaikan WHO.
Zhong menyebutkan bahwa vaksinasi di negaranya telah mencapai 76,8 persen dari populasi. Dokter paru yang menemukan sindrom pernapasan akut parah (SARS) pada 2003 itu menilai, pencapaian tersebut sudah bagus dalam memenuhi target vaksinasi 80 persen populasi agar bisa mencapai kekebalan komunitas (herd immunity) pada akhir tahun.
Sementara itu, varian omicron diketahui memiliki banyak mutasi pada bagian spike protein-nya. Ahli menilai, mutasi membuat varian ini lebih mudah menginfeksi orang yang sudah divaksinasi dan berpotensi menurunkan proteksi vaksin hingga 40 persen.
Varian omicron merupakan varian yang paling berkembang dengan total 50 mutasi. Sebanyak 32 mutasi di antaranya dinilai mengkhawatirkan.
Beberapa ahli membandingkan varian omicron dengan varian beta yang ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada akhir 2020. Varian beta diketahui dapat menurunkan efikasi vaksin Covid-19 sebanyak 30-40 persen.
Direktur Rosalind Franklin Institute, Prof James Naismith, menilai omicron hampir pasti akan membuat vaksin menjadi kurang efektif. Alasannya, varian ini tampak mirip dengan varian lain bernama B.1.1.
"Tampaknya varian ini menyebar lebih cepat, tapi kita belum mengetahui itu," jelas Prof Naismith.