Sabtu 27 Nov 2021 17:55 WIB

Istri Mendiang Diktator Korsel Minta Maaf

Selama masa kediktatoran, warga Korsel banyak mengamali pelanggaran HAM.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
 Mantan Presiden Chun Doo-hwan (kanan) dan penggantinya Roh Tae-woo berdiri dalam seragam penjara di ruang sidang diadili atas berbagai tuduhan pemberontakan, korupsi dan pembunuhan di Seoul, dalam file foto ini tertanggal 26 Agustus 1996. Bersejarah persidangan berakhir dengan Chun dijatuhi hukuman mati dan Roh dengan hukuman penjara 22 1/2 tahun, tetapi keduanya kemudian diampuni. Roh, yang menjabat sebagai presiden 1988-93, meninggal pada 26 Oktober 2021, pada usia 88 tahun. Roh baru-baru ini dirawat di rumah sakit setelah kesehatannya memburuk tetapi gagal pulih, kata para pembantunya.
Foto: EPA-EFE/YONHAP
Mantan Presiden Chun Doo-hwan (kanan) dan penggantinya Roh Tae-woo berdiri dalam seragam penjara di ruang sidang diadili atas berbagai tuduhan pemberontakan, korupsi dan pembunuhan di Seoul, dalam file foto ini tertanggal 26 Agustus 1996. Bersejarah persidangan berakhir dengan Chun dijatuhi hukuman mati dan Roh dengan hukuman penjara 22 1/2 tahun, tetapi keduanya kemudian diampuni. Roh, yang menjabat sebagai presiden 1988-93, meninggal pada 26 Oktober 2021, pada usia 88 tahun. Roh baru-baru ini dirawat di rumah sakit setelah kesehatannya memburuk tetapi gagal pulih, kata para pembantunya.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Istri mendiang diktator militer Korea Selatan Chun Doo-hwan, Lee Soon-ja, mengeluarkan permintaan maaf atas luka yang disebabkan oleh aturan brutal suaminya. Lee menyampaikan permintaan maaf ketika memberikan penghormatan terakhir untuk suaminya di sebuah rumah sakit di Seoul, pada Sabtu (27/11).

Chun, mengambil alih kekuasaan dalam kudeta pada 1979. Dia dengan keras menumpas aksi protes pro-demokrasi setahun kemudian, sebelum dipenjara karena pengkhianatan pada 1990-an. Chun meninggal dunia di rumahnya di Seoul pada Selasa (23/11) dalam usia 90 tahun.

Baca Juga

Pada hari terakhir dari rangkaian prosesi pemakaman selama lima hari, keluarga Chun mengadakan upacara pemakaman di Rumah Sakit Severance Seoul. Setelah upacara pemakaman, jenazah Chun akan dikremasi. Lee mengatakan, mendiang suaminya ingin dikremasi dan abunya disebar di daerah perbatasan dekat Korea Utara.

“Saat kami menyelesaikan prosesi pemakaman hari ini, saya ingin menyampaikan permintaan maaf yang mendalam atas nama keluarga kami kepada orang-orang yang menderita rasa sakit dan terluka selama masa jabatan suami saya,” kata Lee.

Selama melakukan kudeta, Chun tidak pernah meminta maaf atas kekejamannya. Chun mengawasi pembantaian ratusan pengunjuk rasa pro-demokrasi di kota selatan Gwangju pada 1980. Ini merupakan salah satu momen tergelap dalam sejarah modern Korea Selatan.

Seorang pejabat senior di sebuah yayasan yang mewakili para korban Gwangju, Cho Jin-tae, mengatakan, ekspresi penyesalan Lee terdengar hampa.

Cho meminta keluarga Chun tidak hanya sekadar meminta maaf, namun melakukan tindakan untuk menebus kesalahannya. Termasuk bekerja sama dalam upaya pencarian kebenaran atas kesalahan besar Chun.

"Saya tidak berpikir siapa pun akan terhibur oleh komentar Lee Soon-ja hari ini," kata Cho kepada The Associated Press melalui telepon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement