REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Afrika Selatan merasa dihukum karena memiliki kemampuan untuk mendeteksi varian baru Covid-19. Hal ini disampaikan setelah banyak negara menerapkan larangan terbang ke negara itu.
Varian baru yang dinamakan Omicron mengancam pariwisata dan sektor-sektor ekonomi Afrika Selatan lainnya. Afrika Selatan memiliki para epidemiologi terbaik di dunia yang berhasil mendeteksi varian virus Corona dan mutasinya di awal siklus hidup mereka.
Varian Omicron memang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan. Tapi juga dideteksi di Belgia, Botswana, Israel dan Hong Kong. "Putaran terbaru larangan perjalanan ini seperti menghukum Afrika Selatan atas kemampuan dalam mengurutkan genom dan mendeteksi varian baru lebih cepat," kata Kementerian Hubungan dan Kerjasama Internasional Afrika Selatan, Sabtu (27/11).
"Keberhasilan ilmu pengetahuan harusnya dipuji bukan dihukum," tambah mereka dalam pernyataanya.
Pada Jumat (26/11) dan Sabtu (27/11) banyak negara yang mengumumkan larangan perjalanan ke Afrika Selatan dan negara-negara lain di kawasan. Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan mencatat varian baru juga dideteksi di negara lain.
Namun reaksi dunia di negara-negara itu 'sangat berbeda' dibandingkan kasus di Afrika bagian selatan. Ilmuwan Afrika Selatan mengumumkan varian baru itu pada Rabu (24/11) lalu dan mengatakan mereka mendeteksi varian itu mungkin dapat menginvasi respons imun dan lebih mudah menular.
Pada Sabtu ini Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) menamakan varian itu sebagai Omicron dan menetapkannya sebagai 'varian yang mengkhawatirkan'. Level keseriusan varian virus korona paling tinggi. WHO mengatakan bukti awal mengindikasi varian ini memicu lonjakan kasus infeksi. "Keprihatinan langsung kami pembatasan ini berdampak pada keluarga, perjalanan dan industri pariwisata dan bisnis," kata Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor dalam pernyataannya.
Pemerintah juga menghubungi negara-negara yang telah memberlakukan larangan terbang. Ia mengatakan Afrika Selatan akan membujuk negara-negara itu mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
Pada Jumat kemarin WHO memperingatkan negara-negara lain tidak terburu-buru menerapkan larangan terbang terkait varian baru. Lembaga kesehatan PBB itu mengatakan pemerintah di seluruh dunia harus mengambil keputusan dengan 'pendekatan berbasis risiko dan ilmiah.'.