REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Operasi sabotase di Fasilitas Pengayaan Bahan Bakar Nuklir Natanz Iran pada April lalu dilakukan oleh ilmuwan nuklir Iran yang bekerja sebagai agen badan intelijen Mossad Israel. Surat kabar Israel, Jewish Chronicle, pada Kamis (2/12) melaporkan 90 persen sentrifugal di fasilitas nuklir Natanz dihancurkan oleh operasi yang telah dilakukan oleh kolaborator dan bukan agen Israel.
Menurut laporan itu, Mossad merekrut 10 ilmuwan Iran. Mossad mempengaruhi para ilmuwan Iran dan membuat mereka percaya bahwa mereka bertindak atas nama kelompok pembangkang Iran di luar negeri.
Beberapa bahan peledak telah ditanam pada awal 2019. Bahan peledak dikirim ke fasilitas oleh pesawat tak berawak dan diselundupkan ke dalam truk katering. Salah satu sumber mengatakan kepada Jewish Chronicle para ilmuwan memiliki motivasi yang berbeda dalam menjalankan operasi tersebut.
"Mossad menemukan apa yang sangat mereka inginkan dalam hidup mereka dan menawarkannya kepada mereka. Ada lingkaran dalam ilmuwan yang tahu lebih banyak tentang operasi itu dan lingkaran luar yang membantu tetapi memiliki lebih sedikit informasi,” ujar sumber yang berbicara dengan syarat anonim dilansir Sputnik, Jumat (3/12).
Surat kabar Jewish Chronicle juga menyebut agen Iran bertanggung jawab atas ledakan sebelumnya di Natanz pada Juli 2020, yang menyebabkan kerusakan parah pada fasilitas di atas tanah. Agen Iran juga bertanggung jawab atas serangan rudal drone ke fasilitas penelitian Karaj pada Juni.
Fasilitas Natanz meledak pada 11 April 2021, ketika diplomat Iran dan Eropa bertemu di Wina untuk membahas Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) 2015. Pada saat itu, Iran melaporkan ledakan telah mematikan listrik dan merusak sentrifugal.
Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran, Behrouz Kamalvandi, menggambarkan insiden itu sebagai ledakan kecil dan kerusakan dapat segera diperbaiki. Pemerintah Israel tidak secara terbuka mengomentari serangan itu.