REPUBLIKA.CO.ID, HONIARA -- Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare menghadapi mosi tidak percaya pada Senin (6/12), setelah kerusuhan antipemerintah. Kerusuhan menyebabkan pembakaran puluhan bangunan, dan penjarahan toko.
Mosi tidak percaya tersebut diperkirakan, tidak akan mendapatkan dukungan yang cukup dari anggota parlemen pemerintah untuk disahkan. Para pemimpin gereja menyerukan pembicaraan antara pemerintah nasional dan provinsi terpadat, Malaita untuk menyelesaikan berbagai masalah domestik, termasuk perselisihan mengenai peralihan hubungan diplomatik dari Taiwan ke China pada 2019.
Pemimpin oposisi Matthew Wale di parlemen mengatakan, Sogavare melayani kepentingan asing. Wale menuduh perdana menteri menggunakan uang dari China yang digunakan dalam Dana Pembangunan Nasional (NDF), untuk menopang kekuatan politiknya sebelum pemungutan suara.
“Perdana menteri bergantung pada dana Dana Pembangunan Nasional (NDF) untuk mempertahankan kekuatan politiknya. Bagaimana dia bisa membuat keputusan hanya untuk kepentingan Kepulauan Solomon?," ujar Wale.
Wale mengatakan, warga marah karena perawatan kesehatan yang tidak memadai, tanah-tanah warga diambil oleh orang asing, dan perusahaan penebangan kayu mengesampingkan kepentingan lokal. Tetapi, menurut Wale penjarahan dan kekerasan yang meletus pada 24 November tidak ada artinya jika dibandingkan dengan penjarahan yang terjadi di tingkat tinggi.