Selasa 14 Dec 2021 21:01 WIB

China Beri Bantuan Musim Dingin untuk Rakyat Afghanistan

Paket bantuan tersebut turut mencakup lebih dari 70 ribu selimut dan 40 ribu mantel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang anak berdiri di luar rumahnya di lingkungan tempat banyak pengungsi internal telah tinggal selama bertahun-tahun, di Kabul, Afghanistan, Selasa, 7 Desember 2021. Saat ini Afghanistan memang sedang menghadapi krisis kemanusiaan dan ekonomi yang memburuk.
Foto: AP/Petros Giannakouris
Seorang anak berdiri di luar rumahnya di lingkungan tempat banyak pengungsi internal telah tinggal selama bertahun-tahun, di Kabul, Afghanistan, Selasa, 7 Desember 2021. Saat ini Afghanistan memang sedang menghadapi krisis kemanusiaan dan ekonomi yang memburuk.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – China memberikan paket bantuan musim dingin untuk warga Afghanistan. Paket tersebut tiba di bandara Kabul, Senin (13/12). Acara serah terima dihadiri wakil menteri urusan pengungsi dan repatriasi pemerintahan Taliban Arsaka Kharoti dan Duta Besar China untuk Afgfhanistan Wang Yu.

Paket bantuan tersebut turut mencakup lebih dari 70 ribu selimut dan 40 ribu mantel bulu. Paket akan disalurkan kepada warga yang membutuhkan. “Pada saat kritis ini, bantuan tersebut membawa kehangatan dari rakyat Cina kepada rakyat Afghanistan,” kata Wang saat berpidato dalam acara serah terima bantuan, dilaporkan laman China Global Television Network.

Baca Juga

Wang mengatakan negaranya akan terus menyumbangkan bantuan lain, termasuk pangan, ke Afghanistan. “Sebagai tetangga baik Afghanistan, China siap membantu Afghanistan mengatasi kesulitan saat ini,” ujarnya.

Mewakili pemerintahan Taliban, Arsaka Kharoti mengucapkan terima kasih kepada China karena telah menyediakan pasokan darurat bagi warga Afghanistan. Dia tak menampik saat ini masyarakat di sana sedang menghadapi masa sangat sulit. Kharoti mengungkapkan, paket bantuan dari China akan disalurkan kepada orang-orang yang memenuhi syarat di seluruh Afghanistan.

Pada Senin lalu, Taliban menyerukan para pengusaha, khususnya asal China, untuk berinvestasi di Afghanistan. “Kami berharap semua pengusaha, khususnya investor China, berinvestasi di Afghanistan dan Emirat Islam Afghanistan (pemerintahan Taliban) akan memastikan keamanan mereka,” kata wakil juru bicara pemerintahan Taliban Bilal Karimi, dilaporkan Khaama Press.

Saat ini Afghanistan memang sedang menghadapi krisis kemanusiaan dan ekonomi yang memburuk. Hal itu diperparah sanksi Amerika Serikat (AS) yang berupa pembekuan aset luar negeri senilai hampir 10 miliar dolar AS.

Bulan lalu, Program Pembangunan PBB (UNDP) memperingatkan bahwa sektor perbankan Afghanistan berisiko runtuh. Hal itu dipicu oleh memburuknya likuiditas dan peningkatan pinjaman bermasalah. “Sistem pembayaran keuangan dan bank Afghanistan berantakan,” kata UNDP dalam laporannya pada 22 November, dikutip laman BNN Bloomberg.

UNDP mengatakan, penurunan simpanan bank harus diselesaikan dengan cepat. Hal itu guna meningkatkan kapasitas produksi Afghanistan yang terbatas dan mencegah runtuhnya sistem perbankan. Menurut analisis UNDP, rasio pinjaman bermasalah di Afghanistan naik menjadi 57 persen pada September. Perkiraan awal tahun, angkanya hanya mencapai 30 persen.

Sementara total simpanan perbankan di Afghanistan diperkirakan bakal berakhir pada 2021 sebesar 165 miliar afghani atau sekitar 1,8 miliar dolar AS. Jumlah itu turun 40 persen dari tahun lalu. “Dengan kondisi saat ini, rasio NPL (Non-Performing Loan) tampaknya meningkat, yang kemungkinan akan menyebabkan runtuhnya UMKM dan sektor perbankan,” kata UNDP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement