REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Ned Price mengatakan Amerika Serikat sangat prihatin dengan laporan yang belum terkonfirmasi mengenai pembunuhan, penahanan massal dan pengusiran paksa etnik Tigray. Laporan itu disampaikan Amnesty International dan Human Rights Watch (HRW) Kamis (16/12) lalu.
"PBB melaporkan sejak konflik pecah pada November 2020 lalu sudah 1,2 juta orang dipaksa pindah dari Tigray barat. Kami mendesak pemimpin-pemimpin Amhara untuk mengecam kekerasan terhadap warga sipil," kata Price dalam pernyataannya, Sabtu (18/12).
Amhara merupakan wilayah yang berbatasan dengan Tigray, Ethiopia. "Kami juga menegaskan kembali desakaan pada Eritrea untuk menyingkirkan pasukannya dari Ethiopia. Kami meminta pihak berwenang Ethiopia untuk menyelidiki laporan-laporan ini untuk menentukan kebenarannya dan untuk melakukan menuntut pertanggung jawaban yang bertanggung jawab atas tindakan ini dalam proses yang transparan dan inklusif," tambah Price.
Stasiun televisi Tigray melaporkan serangan udara militer Ethiopia pada Kota Alamata, selatan Tigray menewaskan 28 orang. Laporan tersebut belum dapat diverifikasi secara mandiri dan sambungan telepon ke wilayah tersebut juga putus. Juru bicara pemerintah dan militer belum menjawab permintaan komentar.
"Kami meminta semua aktor bersenjata di Ethiopia untuk mengakhiri dan berhenti melakukan kekerasan pada warga sipil. Kami kembali mendesak semua pihak melakukan gencatan senjata, segera mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia dan bernegosiasi tanpa syarat, memberikan akses tanpa hambatan pada bantuan kemanusian dan memulai dialog nasional yang inklusif," kata Price.
Juru bicara pemerintah daerah Amhara, Gizachew Muluneh, menggambarkan tuduhan pelanggaran hak asasi di barat Tigray 'tidak mendasar dan tidak dapat dibenarkan'. Juru bicara pemerintah Ethiopia Legesse Tulu mengatakan pasukan Tigray yang patut disalahkan pada setiap kekejian.
Bagian barat Tigray mengalami kekerasan paling mengerikan dalam konflik antara pasukan pemerintah federal dan Tigray People's Liberation Front (TPLF) yang sudah berlangsung selama satu tahun.